Dia bukan Papaku
Udara malam yang sejuk dan bulan purnama yang sangat indah menemani kesendirianku malam ini. Sudah lama tak terlihat malam seindah ini. Dan suasana malam ini sedikit menenangkan pikiranku yang sedang kalut. Yang sedang berantakan gak karuan. Indahnya malam yang tak sesuai dengan gundah hatiku.
Namaku Lola. Aku anak pertama dari dua bersaudara. Papaku sudah meninggal ketika aku masih duduk di bangku SMP. Papaku sangat memanjakan aku. Tapi aku tak bisa begitu banyak mengenang papa, karena papa terlalu cepat meningggalkan aku. Dan sejak saat itu aku tinggal bersama mamaku dan adikku. Mama berjuang sendiri untuk menyekolahkan aku sampai akhirnya mama memutuskan untuk menikah lagi. Dan cobaan datang silih berganti menghampiriku.
**)
5 tahun yang lalu aku sekolah SMA di Jakarta dan tinggal bersama temanku disana. Setiap satu bulan sekali, mamaku datang menjengukku. Dan minggu itu mama datang ke Jakarta untuk menjengukku. Aku sudah satu jam menunggu mama datang di halte, tapi mama tak kunjung datang juga, tapi beberapa menit kemudian, seseorang berteriak memanggilku saat aku akan pergi ke took untuk membeli sebotol minuman. Adikku memanggilku.
“Kak Lola”, teriaknya dari kejauhan.
Aku senang sekali hari itu mama mengajak adikku datang. Dan aku langsung mengajak mama ke tempat aku tinggal. Mama tetap selalu memanjakan aku seperti dulu dan dia selalu tahu apa yang aku mahu. Hari itu, mama benar-benar aneh, dia bawa banyak oleh untukku, padahal tidak biasanya mama seperti ini.
“Mama, ini apa? Kok banyak banget bawanya? Kan lebih baik uangnya ditabungin saja mama”, kataku pada mama.
“Lola, ada yang ingin mama bicarakn sama kamu”, mama terlihat tak seperti biasanya. Biasanya mama tak pernah seserius ini.
“Ada apa Mama?”, Tanya Lola penasaran.
“Mama… Mama nikah lagi”, kata mama singkat tanpa basa basi.
Denyut jantungku seolah terhenti begitu saja. Berharap apa yang dikatakan mama itu hanyalah gurauan mama saja.
“Mama bercanda kan?”, tanyaku berharap mama bercanda dengan omongannya barusan.
“Ngga’ Lola, mama g’ bercanda. Mama serius. Sudah 3 hari yang lalu mama akad nikah dengannya”
“Tapi kenapa mama?? Mama sudah g’ ingat sama Papa? Sudah lupa sama Papa?”, tanyaku bingung
“Lola, Papa kamu sudah g’ ada, aku butuh pendamping lola”, jawab mama berusaha menenangkanku
“Tapi mama g’ bilang dulu sama Lola. Bahkan Lola g’ tahu seperti apa dia Ma..”, aku sungguh tak bisa terima mama diam-diam sudah menikah tanpa sepengetahuanku terlebih dahulu. Aku hanya menangis dan tak mau bicara dengan mama, karena aku terlanjur kecewa.
“Lola, mama harap kamu mengerti. Mama pulang dulu”, kata mama dan langsung pulang karena mama pasti tahu aku masih sangat kecewa dan tak ingin diganggu.
Sungguh sangat sulit aku terima aku memiliki seorang Papa tiri yang belum pernah aku tahu seperti apa.
“Kenapa mama lakukan ini? Papa, Lola kangen sama Papa”, bisikku dalam tangisku.
**)
Sejak pernikahan mama, aku tak pernah mau pulang ke rumah sekalipun aku liburan. Tapi mama masih rutin menjengukku. Dan satu hal yang aku sadari, mama memang membutuhkan seorang pendamping, hanya saja aku g’ suka cara mama. Dan akupun bisa memaafkan mama. Sampai akhirnya aku lulus dan melanjutkan kuliahku di Jakarta. Sejauh yang aku tahu, Papa juga menyayangiku meski tak sebesar saying papa kandungku kepadaku. Kehidupanpun berjalan seiring berjalannya waktu sampai akhirnya mama dikaruniai seorang anak laki-laki. Aku senang punya adik baru karena perlahan kekesalanku pada mama sudah mulai hilang. Dan aku menikmati kehidupan baru itu sampai akhirnya aku lulus dari kuliahku. Dan aku akui selama kuliah, aku dapati apa yang aku mau karena mama selalu tetap memanjakan aku. Dan setelah aku lulus kuliah, aku putuskan pulang dan tinggal bersama keluargaku karena aku dapat job di Bandung.
Aku mempunyai seorang pacar yang sangat mencintai aku. Namanya Dika. Aku sudah bersama dia sejak aku kuliah. Tapi kita kuliah di tempat yang berbeda, karena dia kuliah di universitas di Bandung. Keluarga kita sudah saling kenal dan sudah menyetujui hubungan kami.
**)
Beberapa hari belakangan, terlihat ada keganjalan di rumahku. Papa lebih sering marah-marah sama mamaku. Tapi mama diam saja meskipun Papa selalu marah-marah sama aku. Papa selalu merasa di nomor duakan oleh mama dan sikapnya kepadaku semakin lama semakin berubah. Sepertinya papa sudah mulai tidak menyukai aku.
Suatu saat adikku yang paling kecil sakit dan harus dirawat di Rumah Sakit. Aku selalu menemaninya sepanjang hari karena aku benar-benar sayang padanya. Tapi papa berfikir lain. Saat itu dia marah-marah tanpa sebab.
“Kenapa kamar mandi kotor banget? Siapa terakhir ke kamar mandi? G’ ada yang mu bersihkan ya?”, kata Papa marah-marah setelah keluar dari kamar mandi. Dia bilang kamar mandi kotor banget, padahal sebelum papa masuk, aku yang dikamar mandi dan sudah aku kuras bersih. Melihat papa marah-marah, aku keluar dari kamar rumah sakit, memiilih di luar saja.
“Kenapa g’ pernah mau dengerin? Seenaknya saja kalo’ melakukan sesuatu”, bentak papa pada mama dan tak lain kata-kata itu ditujukan padaku. Tapi aku mendengar mama hanya memberikan alasan yang tak begitu membelaku. Aku menangis kecewa. Ternyata benar dugaanku, papa tidak suka padaku. Mama datang menghampiriku yang duduk di luar.
“Kenapa kamu nangis?”, Tanya mamaku. Aku kaget, mama masih bertanya seperti itu sama aku.
“Mama masih Tanya sama aku kenapa aku nangis? Mama sadar kan kalo’ Papa itu g’ suka sama aku. Mama tahu kan kalo’ tadi itu mama marah-marah sama aku”, kataku dalam tangisku
“Ngga’ Lola. Mungkin papa kamu lagi kecapekan, jadi marah-marah. Tadi itu marah sama mama ko’”, jawab mama membela papa
“Mama masih membela papa? Dari pada anak mama sendiri?”, tanyaku semakin sedih mendengar apa yang dikatakan mama.
“Ngga’ Lola, mama Cuma …”
“Stop ma, cukup.. Lola sudah g’ kuat ada disini. Dia piker untuk apa aku disini? Jaga anaknya dia Ma, anaknnya dia. Dia piker aku pamrih jaga anaknya? Ngga’ ma, karena aku sayang sama dia. Tapi dia??? Lebih baik aku pulang sekarang. Aku sudah tidak betah tinggal disini lagi”, kataku kesal
“Ngga’, kamu g’ boleh pulang dengan keadaan nangis seperti ini. Nanti kamu ngadu-ngadu sama nenek kamu”, kata mama melarangku pulang.
“Hah?? Mama melarangku pulang hanya karena itu? Sangat menyedihkan. Mama tenang saja, Lola g’ akan pernah ngadu-ngadu, Lola janji sama mama”, dan aku langsung pergi meninggalkan rumah sakit.
“Lola, bukan gitu maksud mama. Oke kalo’ kamu memang mau pulang tapi tunggu dulu, mama ambilkan uang dulu”, kata mama mencegatku saat aku mau pulang.
“Ngga’ usah ma, Lola masih punya uang”, jawabku dan langsung meninggalkan mama. Dan aku pulang dengan perasaan sedih dan sakit rasanya hati ini diperlakukan seperti itu oleh papa tiriku.
Setibanya di rumah, mama menelfonku.
“Lola, kamu g’ ngadu kan sama nenek”, Tanya mama langsung tanpa ada basa basi menanyakan gimana perasaanku.
“Ngga’”, jawabku singkat dan langsung aku tutup telponnya. Aku sungguh sangat kesal waktu itu. Mamaku sudah seperti mama tiri saja dengan kelakuannya seperti itu. Dan disaat aku sangat membutuhkan teman, Dika tidak bisa dihubungi dan bertambahlah kekesalanku, dan aku hanya bisa menangis dan mengurung diri di kamar dengan mencurahkan semua kekesalanku dalam buku harianku.
Papa…
Mama sudah berubah pa.. Aku sudah tidak kenal dengan mama yang sekarang yang selalu membela suaminya dibandingkan aku. Aku kangen sama Papa, pengen curhat sama Papa. Do’akan Lola pa, mudah-mudahan Lola bisa punya rumah sendiri biar lola tidak tinggal lagi bersama papa tiri disini karena Lola sudah tidak kuat lagi.
The End
Dari cerita di atas, perlu diketahui oleh seorang single parent agar tidak selalu mementingkan dirinya yang kesepian. Setidaknya memusyawarahkan dulu dengan anak, bagaimana baiknya. Dan untuk seorang orang tua tiri seharusnya sadar akan kondisi di keluarga barunya, jangan seenaknya saja pada anak-anak tirinya. Dan untuk anak yang selalu didholimi, selalu bersabarlah menghadapi semuanya. Bagaimanapun orang tua kita, mereka tetap orang tua kita, jangan menjadi anak durhaka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar