6 Agu 2011

Penyesalan Nila


Hampir setiap minggu Nila bermalam di rumah Nuri. Nuri adalah sahabat Nila yang kebetulan sekali ayah Nuri juga sahabat papa Nila. Jadi papa Nila tidak perlu merasa khawatir jika Nila bermalam di rumah Nuri. Nila sering bermalam di rumah Nuri karena Nila kesepian di rumah. Kadang pula Nuri yang bermalam di rumah Nila. Malam itu Nila bermalam di rumah Nuri. Ketika keluar dari kamar Nuri, tiba-tiba Nila menabrak seorang cowok tinggi dan tampan. Nila kaget, karena selama ini Nila tidak pernah melihat cowok ada disana. Nila kembali masuk ke dalam kamar Nuri menghampiri Nuri yang masih berdandan di kamarnya.
“Nuri, siapa cowok di kamar sebelahmu ini?? Setahuku kamu cuma satu kakak cewek deh. Itu kakak iparmu”, tanya Nila penasaran.
“Cowok??? Oh, udah datang ya?”, tanya Nuri kembali bertanya padaku.
“Ye.. aku tanya malah tanya balik”, jawab Nila ketus pula.
“Itu kan mas Dendi Nila. Mungkin dia baru aja datang pas kamu lagi mandi. Tambah cakep ya kakak sepupku??? Kamu pasti udah lupa. Padahal dulu kamu juga pernah ketemu dia waktu kecil”, dengan PD-nya Nuri memuji kakak sepupunya itu.
Nuri mengajak Nila ke ruang makan untuk sarapan dan bersiap-siap jalan-jalan di minggu yang cerah itu. Nila salah tingkah melihat sepupu Nuri ada di meja makan.
“Eh,, Mas Dendi kapan datang nya? Baru datang ya??”, tanya Nuri sambil meluk kakaknya Dendi.
“Mas udah datang tadi malam, pas kamu udah tidur. Udah besar kamu ya.. Udah cantik. Dulu masih ingusan. Udah punya cowok ni pastinya..”,ejek Dendi pada Nuri
“Hus… Ntar mama sama papa marah. Oh ya, mas Dendi ingat gak sama temen Nuri ini? Temen Nuri yang paling cantik ini”, tanya Nuri pada Dendi sembari menunjuk ke arah Nila dan mengoloknya.
“Ingat dong.. Nila kan?”, tanya Dendi pada Nila.
Nila hanya menjawab dengan senyum saja. Maklum lah, baru ketemu.
“Ternyata dia masih ingat sama aku, padahal aku udah lupa”, pekiknya dalam hati.
“Udah ayo makan dulu. Ngobrolnya dilanjut nanti saja”, kata mama Nuri.
“Mas, ikut Nuri jalan-jalan yuk!! Kan udah lama mas Dendi gak jalan-jalan di Bogor”, ajak Nuri.
“Boleh. Mau kemana?”, tanya Dendi.
“Ada deh… Poko’nya asyik deh”.
Setelah sarapan, mereka berangkat. Ternyata pantailah yang menjadi tunjuan mereka. Nuri mengajak Dendi ke pantai. Ternyata Nuri juga mengajak pacarnya kesana. Setibanya disana, kekasih Nuri menghampiri.
“Maaf ya mas Dendi gak bilang-bilang dulu kalo’ ada cowok Nuri juga. Namanya Bima”, kata Nuri sambil mengenalkan cowoknya dengan centilnya.
“Ooo.. ini cowoknya Nuri?? Pantes ke pantai. Mau pacaran…”, ledek Dendi.
“Gak pa-pa yam as. Ya udah, Nuri titip Nila ya mas. Nuri mau jalan-jalan menyusuri pantai dulu. Dah…”, kata Nuri nyelonor pergi meninggalkan Nila dan Dendi.
“Heh Nuri…”, teriak Nila namun Nuri sama sekali tidak menggubrisnya.
Nila ditinggal berdua bersama Dendi di pantai. Nila terdiam, bingung memulai percakapan dengan Dendi dari mana.
“Nila ko’ gak ngajak cowoknya juga kesini?”, tanya Dendi membuka pembicaraan.
“Hmmm.. Nila gak punya cowok”, jawab Nila malu-malu.
“Beneran? Ah gak mungkin. Masa’ cewek cantik kaya’ kamu gak punya cowok???”, tanya Dendi kemudian.
Nila senyam senyum dengan pujian Dendi. Nila lebih banyak pasif karena belum seberapa dekat dengn Dendi.
“Hei… kamu ko’ diam aja sich. Aku temen kecilmu juga. Aku juga pernah nemenin kamu waktu kecil dulu”, kata Dendi sambil memegang pundak Nila.
“Itu kan dulu mas. Nila masih kecil kan.. Nila aja udah lupa”, jawab Nila seadanya.
“Aku tambah cakep ya???”, kata Dendi mencairkan suasana yang canggung menjadi lebih akrab dan membuat Nila lebih akrab lagi.
“Kamu juga tambah cantik ko’. Aku kira dulu kamu gak bakalan cantik, eh ternyata cantik”, kata Dendi.
“Sejelek itukah aku? Hmm.. Jadi malu”, jawab Nila tersipu.
“Ya gak lah. Bercanda doing”
“Mas Dendi berapa lama disini??”, Sambung Nila kemudian.
“Mungkin aku tinggal sama Nuri disini. Aku dipekerjakan di perusahaannya Om Andi, papanya Nuri.
Semakin lama berbincang-bincang dan akhirnya mereka semakin akrab dan Nila tidak canggung lagi ngobrol bersama Dendi.
******
Sejak kecil Nila sudah sering ditinggal orang tuanya ke luar kota. Kesendirian Nila di rumahnya membuatnya jenuh. Orang tuanya selalu sibuk dengan pekerjaan mereka. Untunglah dia punya sahabat Nuri. Setiap Nila merasa kesepian, Nuri adalah sehabat yang selalu ada. Apalagi orang tua Nila juga semakin sering keluar kota untuk urusan bisnisnya bahkan sampai tinggal di luar kota untuk waktu yang cukup lama. Kakak Nila juga tidak tinggal di rumah karena kakaknya melanjutkan pendidikannya di luar kota.
Dendi sudah sekitar satu bulan di rumah Nuri. Nila sudah tidak canggung lagi ngobrol bersama Dendi. Tak jarang pula Nila ngobrol bersama Dendi sampai mereka bergurau seperti saudara sendiri. Setiap Nila bosan di rumahnya, Nila ke rumah Nuri, apalagi hari sabtu. Sudah merupakan rutinitas Nila bermalam di rumah Nuri. Hari sabtu yang menyebalkan bagi Nila. Awalnya orang tua Nila berjanji mengajak Nila ke puncak untuk liburan, tapi ternyata Papa Nila menggalkan rencana itu karena Papa Nila harus segera berangkat ke Bandung untuk urusan bisnisnya. Begitu juga mamanya karena mama Nila adalah partner Papa Nila di kantornya. Jadi setiap papa Nila ke luar kota, mama Nilapun juga harus ikut. Nila putuskan untuk ke rumah Nuri, menghilangkan kekesalannya bersama Nuri. Tapi ternyata begitu sampai di rumah Nuri, Nuri sedang asyik chating di kamarnya. Nila semakin bad mood melihat Nuri chating. Nila ke ruang tengah Nuri dan nonton Televisi untuk menghilangkan penatnya.
“Sendirian aja nontonnya. Nuri mana?” Tanya Dendi menghampiri Nila yang sedang sendiri di ruang tengah.
“Nuri ada di kamar. Lagi chating sama cowoknya tuh”, Nila menjelaskan sambil merengut.
“Malam ini kan malam minggu. Keluar aja yuk sama aku”, ajak Dendi
“Kemana mas? Sama Nuri juga kan?”
“Gak usah deh. Dia lagi kencan. Ayo siap-siap. Kita ke Perpus ato ke Gramedia. Mau? ”
“Boleh deh”, Nila langsung bersiap-siap. Nila berdandan sangat cantik dengan baju merah yang membuatnya terlihat semakin cantik.
“Mau kemana Nil”, Tanya Nuri melihat Nila terlihat cantik.
“Jalan-jalan sama mas Dendi. Habisnya kamu chating mulu. Aku bosen liat kamu”, jawab Nila ketus. Begitu selesai, Nila menghampiri Dendi yang sudah menunggunya sedari tadi. Nuri mengikuti Nila dari belakang.
“Mas, ayo berangkat. Nila udah siap”, ajak Nila.
“Hmmm… kaya’nya ada yang semakin lengket nih. Jalan-jalan gak ngajak. Jangan-jangan….”, Nuri mengejek Nila yang memang semakin akrab saja dengan Dendi.
“Iri aja sich. Kamu sich chating terus. Aku bosen kali’..”, sela Nila.
“Udah gak usah berantem. Kamu mau ikut? Ayo cepet”, ajak Dendi pada Nuri.
“Gak deh. Takut ganggu yang lagi mau kencan”, ejek Nuri kembali.
“Nuri…”, Nila mencubit tangan Nuri yang mngejeknya sedari tadi.
“Udah ayo, gak usah dengerin Nuri”, Dendi menarik tangan Nila keluar.
“Dah…. Met seneng-seneng ya..”, teriak Nuri sambil tetawa mengejek.
Nila baru sadar ketika akan masuk ke mobil kalo’ tangannya di genggam erat oleh Dendi. Jantungnya berdebar cukup kencang dan mukanya memerah. Nila bersikap biasa untuk menutupi kegusaran hatinya. Tujuan mereka adalah ke gramedia. Nila dan Dendi sama-sama hobby membaca. Jadi gramedia merupakan tujuan yang pas buat mereka. Sepulang dari gramedia, Dendi mengajak Nila Dinner di restoran dekat gramedia. Ketika akan menyebrangi jalan, ada motor yang larinya sangat kencang hampir menabrak Nila. Sontak Dendi menarik Nila dan terjatuh bersama Dendi. Jantung Nila berdenyut kencang saat menyadari dirinya dipeluk Dendi dan wajahnya berada tak jauh di depan muka Dendi.
“Kamu gak pa-pa kan Nila?”, Tanya Dendi mengkhwatirkan keadaan Nila yang nyaris tertabrak motor.
“Aku gak pa-pa. Maksih ya”, kata Nila sembari berdiri dari jatuhnya. Nila merasakan perasaan yang berbeda. Setelah mereka dinner, Nila mengajak Dendi cepat pulang karena perasaan Nila waktu itu sedang berkecamuk.
“Gimana jalan-jalannya? Seneng gak?”, Nuri kembali mengejek Nila, tapi Nila mencuekkannya. Nila anggap guyonan Nuri itu gak penting.
“Nil, ngapain aja sama mas Dendi? Dinner ya? Senengnya dinner berdua”, ejek Nuri membuat Nila terinngat kejadian tadi.
“Nuri, aku mau tanya deh”
“Ada apa Nilaku sayang, calon kakak iparku”, potong Nuri mengejek Nila.
“Nuri… serius Nih..”, Nila kesel karena ejekan Nuri.
“Oke deh.. Apaan? Cepet!”, tanya Nuri.
“Apa iya seseorang yang sudah lama tidak percaya laki-laki masih bisa luluh?”, tanya Nila pada Nuri.
“Kamu lagi jatuh cinta ya?”, tanya Nuri tak henti mengejek.
“Udah deh gak usah banyak basa-basi, kamu tinggal jawab aja”, bantah Nila.
“Aku tahu. Kamu lagi jatuh cinta sama mas Dendi kan?”, bisik Nuri pada Nila.
“Kamu apa-apaan sich??? Gak bisa dong kamu langsung men-Judge aku gitu”, kata Nila sewot.
“Gak usah sewot Nila. Aku tau ko’ apa yang kamu rasakan sekarang. Dari cara kamu menatap mas Dendi, ngobrol sama mas Dendi, aku udah ngerti banget ko’”, kata Nuri pada Nila. Nila mengernyitkan dahi heran pada Nuri yang sok tau meramal Nila.
“Itu namanya cinta Nila. Kita merasa salah tingkah di depan orang yang diam-diam kita suka. Jantung rasanya berdebar kencang. Itu artinya kamu udah bisa jatuh cinta lagi. Mas Dendi kaya’nya diam-diam juga naruh perhatian lebih kali’ sama kamu. Nila, apapun yang kamu rasakan, jangan pernah pendam perasaan kamu. Aku dukung terus kok. Apalagi cowok yang kamu suka itu mas Dendi. Aku dukung 100%.”, kata Nuri meyakinkan Nila.
“Ah kamu sok tau. Siapa bilang mas Dendi. Emang temenku Cuma mas Dendi? Kan banyak. Udah ah aku tidur dulu. Capek jalan-jalan dari tadi”, kata Nila dan terlentang di ranjang dan menindihkan bantal di wajahnya yang memerah dan berpaling dari Nuri. Di balik bantal Nuri memikirkan semua perkataan Nuri barusan.
“Apa benar aku jatuh cinta sama mas Dendi? Apa yang aku rasakan? Aku bingung dengan perasaanku ini. Apa iya aku jatuh cinta? Bertepuk sebelah tangan dong? Jangan-jangan mas Dendi Cuma menganggapku adik seperti Nuri”
Nila bergumam dalam hatinya. Hingga ia terlelap, Dendilah yang selalu terlintas.
Alarm Nuri berbunyi. Jarum jam menunjukkan jam 05 pagi. Nila buru-buru ke kamar mandi untuk sholat subuh. Seusai sholat subuh, Nila keluar rumah untuk menghirup udara pagi yang sangat segar. Nila menikmati indahnya pagi hari di halaman belakang rumah Nuri yang cukup lebar dan penuh dengan bunga dan beberapa pepohonan. Dendi yang juga sedari tadi terbangun dari tidurnya menghampiri Nila.
“Pagi Nila. Lagi menikmati udara segar?”, sapa Dendi mengagetkan Nila.
“Mas Dendi selalu aja tiba-tiba nongol. Bikin Nila kaget aja”, balas Nila.
“Nuri belum bangun?”
“Belum tu mas. Masih tidur dia”
“Segarnya udara pagi ini”
“Iya mas. Dulu waktu aku masih kecil, biasanya aku menghirup segarnya udara pagi bersama kakakku. Dari dulu aku jarang bersama orang tuaku. Kakakkulah yang selalu menemaniku setiap hari. Sekarang kakaku malah jauh dari aku”
“Sekarang jadi aku yang nemenin kamu. Gak kalah asyiknya kan?”, gurau Dendi pada Nila.
“Hmm,,”, Nila hanya tersenyum.
“Ya udah deh mas, Nila masuk dulu, mau bangunin Nuri”, Nila kembali ke kamar Nuri untuk membangunkannya.
“Ayo bangun. Udah siang Nuri”, Nuri tidak mau bangun-bangun juga. Sampai kakak Nuri yang membangunkan, barulah Nuri terbangun.
“Nuri…”, teriak kakak Nuri.
“Ayo ikut kakak ke rumah nenek dulu. Mama nyuruh kakak nganterin pesanan kue. Kita ke toko kue terus ke rumah nenek”, ajak kakak Nuri.
“Iya kak, Nuri mandi dulu”, jawab Nuri lirih dari kamarnya. Nuri bergegas sebelum kakaknya berteriak lagi memanggilnya. Nila membuntuti Nuri yang baru keluar dari kamarnya untuk sarapan bersama.
“Nuri.. ayo cepetan. Ntar kesiangan lagi. Ayo sarapan dulu.”, Kakak Nila menyuruh Nuri cepat-cepat dan mereka sarapan. Nila juga ikut sarapan bersama mereka. Tapi tak terlihat Dendi.
“Lho mas Dendi mana?”, Tanya Nuri mencari Dendi yang tak ada di meja makan.
“Dendi lagi dapat telfon dari ayahnya. Sebentar lagi juga kesini”, jawab kakak Nuri.
“Nuri, udah makannya? Ayo berangkat”, ajak kakak Nuri
“Nila maaf ya. Nuri kakak ajak ke rumah nenek dulu.”, ijin kakak Nuri pada Nila
“Iya kak gak pa-pa”, jawab Nila akrab.
“Nil, kamu disini dulu ya, nikmati harimu disini. Ntar malem kita jalan-jalan New Years. Oke”, kata Nuri sembari meninggalkan Nila menyusul kakaknya.
“Kamu sama mas Dendi dulu deh”, bisik Nuri lagi-lagi mengejek Nila.
“Apa sich”, balas Nila sambil melempari Nuri dengan tisu.
Nila sarapan sendirian setelah Nuri dan kakaknya berangkat.
“Sendirian deh”, kata Nila setelah Nuri dan kakaknya berangkat.
“Gak kok, kan ada aku”, kata Dendi yang kembali mengagetkan.
“Tu kan mas Dendi, selalu aja bikin kaget”.
“Iya deh maaf”, ujar Dendi kemudian.
Waktu itu orang tua Nuri sedang tidak ada di rumah. Kebetulan keluarga Nuri juga sedang keluar kota. Tinggallah Nuri, kakak Nuri, Dendi dan Nila disana.
“Nuri kemana?”, tanya Dendi pada Nila yang keluar dari kamar Nuri.
“Baru aja berangkat diajak mb’ Felly ke rumah neneknya. Kenapa??”, tanya Nila balik.
“Trus kamu mau ngapain sendirian??”, Dendi malah menjawabnya dengan pertanyaan juga.
“Mau di taman belakang aja deh. Udah kenyang. Mas Dendi kalo mau makan, makan aja”, jawab Nila
“Oh ya udah deh. Aku mau makan dulu. Gak mau nemenin aku??”, tanya Dendi kemudian
“Minta ditemenin nih?”, tanya Nila dengan senyum mengejek.
“Gak deh. Bercanda”
Nila meninggalkan Dendi yang sedang menikmati sarapannya. Nila duduk di taman belakang sendirian. Tak lama kemudian Dendi menyusul Nila.
“Nanti malam rencananya kemana?”, tanya Dendi memulai pembicaraan.
“Belum tahu tuh. Kalo’ Nuri ngajak keluar ya aku ikut, tapi pasti dia sama cowoknya. Mas Dendi sendiri?”
“Aku juga belum tahu mau ngaapain. Hmmm… Kamu kok belum punya cowok? Emang gak ada cowok-cowok yang ngedekatin kamu?”, tanya Dendi penasaran karena selama Dendi kenal Nila, Dendi tidak pernah melihat Nila jalan dengan cowok dan tidak pernah terdengar cerita tentang cowok.
“Nanyak lagi. Mas Dendi gak percaya Nila? Nila belum punya cowok. Bukannya gak ada yang ngedeketin Nila. Bukannya Nila sombong. Ada sich yang ungkapin perasaannya ke Nila. Tapi Nila masih trauma. Nila belum bisa membuka hati Nila sama cowok. Nila belum bisa percaya sama cowok”
“Kenapa? Nila punya masa lalu pahit dengan cowok?”, tanya Dendi.
“Nila pernah diselingkuhin. Padahal dulu Nila udah sayang banget sama dia, tapi ternyata dia ketahuan selingkuh”, Nila mencurahkan semua masalah asmaranya yang pahit kepada Dendi.
“Sampai sekarang belum ada cowok yang bisa nyentuh hati Nila?”, Tanya Dendi setelah mendengar semua cerita Nila.
“Ada sich mas. Tapi Nila gak yakin dengan perasaan itu”, kata Nila tanpa menyadari dia sudah menceritakan semua kisah asmaranya pada Dendi.
“Kok Nila jadi curhat gini sich mas”, kata Nila sambil senyam senyum. Dendi juga ikut senyam senyum.
“Gak pa-pa kalo kamu merasa nyaman dengan menceritakan masalahmu”, jawab Dendi.
Nila semakin akrab ngobrol bersama Dendi sampai Nuri datang, mereka masih ada di taman belakang.
“Nila….”, teriak Nuri dari rumahnya.
“Nuri datang”, kata Nila beranjak meninggalkan Dendi. Tapi sebelum Nila masuk rumah, Nuri sudah terlebih dulu ada di taman belakang.
“Hmmm… lagi pacaran disini rupanya”, Nuri kembali mengejek.
“Hussst..”, Nila menarik Nuri masuk.
Nila masuk kamar Nuri dan beristirahat disana sambil mendengarkan musik dan menulis di Laptopnya. Menulis diary di laptopnya merupakan kebiasaan Nila, karena Laptopnya itulah temannya juga saat Nila sedang kesepian. Di dalam laptop kesayangannya itu jugalah Nila mencurahkan perasaannya selain pada Nuri.
Dear diary…
Benarkah aku belum bisa menerima seorang laki-laki dalam hidupku? Benarkah aku belum bisa mempercayai laki-laki? Lalu apa yang aku rasakan sekarang? Apakah aku jatuh cinta lagi? Dan lelaki itu mas Dendi? Benarkah? Aku bingung. Aku takut apa yang sudah terjadi padaku dulu malah terulang lagi. Apa benar ini cinta? Apa aku jatuh cinta sama mas Dendi?
Begitulah curahan hati Nila. Nila ke kamar mandi dan dia lupa menutup tulisannya itu. Tanpa sengaja ketika Nuri masuk kamar,Nuri membacanya. Nuri faham kalo’ sebenarnya Nila jatuh cinta pada kakaknya Dendi. Diam-diam Nuri keluar kamar lagi agar Nila tidak megetahui masuknya Nuri tadi dan sudah membaca diarynya hari itu.
Di luar kamar, Nuri diam-diam menghampiri Dendi.
“Mas”, sapa Nuri pada Dendi yang sedang duduk di ruang tengah sambil nonton Televisi.
“Apa? Mau ngajak jalan-jalan? Mas jadi supir lagi?”, tanya Dendi mengejek Nuri.
“Mas Dendi suka gak sih sama Nila?”
Dendi diam. Dia sedikit kaget mendengar pertanyaan dari Nuri yang tiba-tiba itu.
“Kenapa jadi perhatian sama mas? Gak ada angin, gak ada hujan. Emang kenapa kalo iya?’, Dendi malah menanyainya balik.
“Kaya’nya mas Dendi suka sama Nila. Aku dukung mas Dendi. Kaya’nya Nila juga suka deh sama mas Dendi. Tapi Nuri minta sama mas Dendi, jangan pernah sakiti Nila. Dia temen baik Nuri. Jangan sakiti dia kalo memang mas Dendi suka sama Nila”, pinta Nuri pada kakaknya.
Nuri meninggalkan Dendi yang terdiam memikirkan kata-kata Nuri.
“Nuri tunggu”, Dendi memanggil Nuri setelah sedikit berfikir.
“Nanti malam kamu rayakan new years dimana?”, tanya Dendi.
“Ya jalan-jalan aja. Gak tau kemana. Liat nanti”
“Ajak Nila ya. Biar mas sama Nila nanti malam. Kamu sama cowok kamu kan? Kita ke tempat yang sama, tapi mas janji gak akan ganggu kamu asalkan kamu bawa Nila”, pinta Dendi pada adiknya.
“Siap bos”, Nuri pun segera ke kamar dan menyuruh Nila bersiap untuk keluar.
“Nil, ayo mandi. Malam ini kita party new years sama-sama. Aku calling Bima dulu ya”
Nila juga bergegas ke kamar mandi dan bersiap. Tinggal menunggu Nuri yang baru saja mandi setelah menghubungi Bima. Nila terlihat sangat cantik dengan baju hijau yang tampil beda. Nuri tak kalah cantiknya dengan balutan baju merah mudanya. Begitu Nuri siap, Nuri mengajak Nila berangkat.
“Ayo Nila berangkat”
“Ayo deh”, Nilapun bergegas keluar.
“Eits.. Tunggu dulu. Aku liat kamu dulu. Kamu cantik banget sich Nila. Pantes aja kakakku naksir sama kamu”, ejek Nila
“Kamu ngejek aku terus sich Nuri”, Nila kesal dibuatnya. Mereka keluar kamar bersamaan dengan keluarnya Dendi dari kamarnya juga.
“Udah siap?”, kata Dendi yang tercengang setelah melihat Nila terlihat sangat cantik.
“Hmmm… ada yang kagum nih”, Nuri kembali ngejek
“Kamu tu gitu deh. Ayo deh berangkat”, ajak Nila menarik tangan Nuri.
Begitu mau masuk mobil, Nuri mencegah Nila yang menuju pintu mobil di belakang. Nuri menariknya dan mendahului Nila masuk dan dikuncinya dari dalam. Gak ada pilihan lagi selain duduk di depan bersama Dendi.
“Nuri, kamu mau ngajak aku gak sich? Aku mau masuk”, kata Nila merengek. Nuri senyam, senyum di dalam mobil melihat Nila.
“Sudah di depan aja. Ayo. Nanti kemaleman lagi”, kata Dendi sambil membukakan pintu mobil depan untuk Nila layaknya seorang pangeran dan putri.
“Hmmm… Ada yang kaya’ pangeran dan putri nih”, ejek Nuri begitu Nila dan Dendi sudah masuk mobil. Nila diam saja menganggap itu angin lalu saja.
“Mas, jemput Bima dulu ya”, kata Nuri
“Iya deh tuan putri”, Dendi membalas ejekan Nuri. Mobil mereka melaju ke rumah Bima. Sesampainya disana Bima sudah siap dan mengeluarkan mobilnya.
“Lo Nuri, kamu gak bareng kita? Jalan sendiri-sendiri nih?”, tanya Nila heran karena Nuri tidak mengatakannya sebelumnya kalo Bima bawa mobil sendiri.
“Iya lah Nila. Masa’ double date sich. Kamu kencan sama mas Dendi saja. Mas, Nuri sama Bima aja ya. Nanti Nuri hubungi kalo udah mau pulang”, kata Nuri.
“Tapi awas, jangan macem-macem”, ancam Dendi pada Nuri.
“Tenang saja deh bos”, Nuripun berlalu meninggalkan Nila dan Dendi. Dan mobil Dendi pun melaju. Dendi mengajak Nila ke restoran untuk dinner terlebih dahulu sebum dia mengajak Nila ke Puncak dan melihat kembang api new years dari puncak.
Dalam suasana makan malamnya Dendi meminta lagu romantis pada pemilik resto. Dendi mengajak Nila berdansa. Mereka berdansa diiringi lagu romantis. Jam sudah menunjukkan jam 10 malam. Dendi memutuskan untuk segera berangkat ke puncak. Butuh 30 menit untuk sampai di puncak.
Sesampainya di puncak, sudah banyak orang-orang berkerumun untuk menyambut datangnya tahun baru yang masih 1,5 jam itu. Dendi melihat Nila sedikit kedinginan meskipun sudah memakai jaket. Dendi masuk ke dalam mobilnya dan membawakan jaket yang sengaja dia bawa untuk jaga-jaga khawatir Nila akan kedinginan di puncak. Dipakaikannya jaket itu pada Nila.
“Makasih mas”, kata Nila.
“Nila, ada yang ingin aku katakana sama kamu. Tapi kamu jangan marah ya”, kata Dendi setelah menyelimutkan jaket ke badan Nila.
“Ada apa???”, tanya Nila penasaran. Sejenak terdiam. Dendi gugup ketika akan berbicara pada Nila.
“Aku suka sama kamu”, kata Dendi tanpa sedikitpun basa basi. Dendi langsung saja mengungkapkan perasaannya tanpa kata-kata yang lainnya. Nila bingung harus ngomong apa.
“Nila… Mungkin kamu kaget aku ungkapin perasaanku ini. Ini yang aku rasakan. Selama ini aku sangat kagum sama kamu. Dan ternyata aku mencintaimu. Aku cinta, aku sayang sama kamu. Mungkin kamu memang punya kenangan pahit di masa lalu. Aku gak akan pernah nyakitin kamu seperti pengalaman pahitmu di masa lalu. Aku cinta kamu Nila”, kata Dendi kemudian.
Nila tak bisa berkata apa-apa. Rasanya lidahnya beku tak bisa berkutik.
“Apa Nila harus jawab sekarang?”, tanya Nila dengan suara sangat grogi.
“Kalo aku bisa mendengarkan jawabannya malam ini, aku akan sangat lega dengan jawaban apapun dari kamu.”, kata Dendi penuh harap.
Nila merenung, berfikir apa yang harus dia jawab. Bagaimana dia harus menjawabnya.?? Nila terdiam.
“Nila………….”, sapa Dendi lirih.
“Sudah lah. Gak usah dipikirkan. Aku tau kamu butuh waktu untuk menjawabnya. Kita nikmati saja malam tahun baru ini tanpa ada beban. Udah ya gak usah dipikirkan”, kata Dendi dan kembali duduk disamping Nila. Dendi merasa suasananya jadi semakin canggung dengan diamnya Nila sedari tadi setelah Dendi ungkapkan cintanya, Dendi berdiri berencana untuk membeli minuman agar suasananya bisa lebih fresh.
“Nila tunggu disini ya, aku carikan minuman dulu, biar lebih fresh. Maafin aku ya udah bikin suasananya keruh”, kata Dendi dan memalingkan badan tapi Nila menarik tangan Dendi.
“Mas Dendi tunggu. Boleh Nila jawab sekarang”, tanya Nila dengan tampang memelas.
“Jika itu hanya akan membebanimu,sebaiknya jangan. Aku tunggu jawaban apapun yang akan terlontar”, kata Dendi yang sudah bisa menangkap jawaban Nila yang akan menolaknya dilihat dari tampang Nila yang memelas.
“Nila … Nila…”, dengan terbata-bata Nila menjawabnya
“Nila juga jatuh cinta sama mas Dendi”, jawab Nila lirih.
“Kamu serius Nila??? Kamu gak bohong kan???”, tanya Nila seolah tak percaya.
Nila hanya menjawab dengan mengangguk saja. Dendi senang menerima jawaban Nila. Dendi langsung memeluk Nila dan berkata
“Aku Cinta Kamu Nila”.
Sejak saat itulah mereka jadian. Dan sesaat setelah Nila membalas cinta Dendi, jam tepat menunjukkan jam 00.00. Petasanpun mulai menebar indahnya di udara. Sebuah sejarah dalam kehidupan mereka berdua. Malam itu menjadi malam terindah bagi Nila dan Dendi.
“Tuhan… Mungkin Dendi yang benar-benar bisa mengisi kekosongan di hatiku. Mudah-mudahan dia yang terbaik”

***
Hari itu kakak Nila yang kuliah di luar kota datang. Dia sedang liburan. Nila tidak kesepian lagi
jika ada kakaknya. Kakaknya adalah yang paling dekat dengannya di keluarganya, tapi sejak kuliah di luar kota, Nila tidak punya teman curhat lagi. Selama liburan kakaknya ini, Nila jarang ke rumah Nuri. Nila lebih banyak menghabiskan waktu di rumahnya karena ada kakaknya di rumah. Sudah pasti Nila merindukan Dendi karena sudah satu minggu tidak bertemu. Dendi juga sedang sibuk dengan kerja barunya jadi tidak pernah terlihat Dendi antar jemput Nuri. Malam minggu, Nila mengajak Dendi dinner bersamanya. Ini dinner Nila dan Dendi untuk pertama kalinya. Nila bersiap-siap dengan berpenampilan cantik sebelum Dendi datang. Kakak Nila senyam senyum melihat adiknya bersolek sangat cantik.
“Mau kemana Nila? Dinner ya?”, tanya kakak Nila yang melihat Nila berdandan sangat anggun.
“Iya kak. Iri ya pengen malam mingguan juga?”, ejek Nila pada kakaknya.
“Hmmm… Yang lagi seneng mau dinner. Jangan malam-malam pulangnya ya”, kata kakak Nila.
“Oke deh. Hmmm… kaya’nya udah dateng. Nila berangkat ya kak”, Nila pamitan begitu ada klakson dari luar rumah Nila.
“Hai..”, sapa Nila pada Dendi yang sudah menunggu di samping pintu mobil dan bersiap membukakan pintu mobil untuk sang putri. Dendi tercengang melihat Nila malam itu. Dendi belum pernah melihat Niila dengan busana malam. Baru malam itu Dendi melihat Nila dengan balutan busana merah dan terlihat sangat anggun.
“Ini Nila kan”, kata Dendi tak percaya melihat pacarnya terlihat sangat cantik.
“Iya mas ini Nila”, Nila tersipu malu dengan pujian Dendi.
Dendi segera membukakan pintu mobil dan mempersilahkan Nila masuk mobil ala pangeran dan putri. Berbunga-bunga hati Dendi, begitu pula Nila. Malam itu Dendi mengajak Nila ke café yang sangat romantic. Ternyata Dendi sudah mempersiapkan semuanya sebelumnya. Meja di samping kolam renang, dan hanya satu meja mereka saja disana dan diiringi lantunan lagu romantis. Lilin bertaburan di kolam renang membuat suasananya semakin romantis. Dendi benar-benar memperlakukan Nila bak seorang putri malam itu. Dipersilahkannya Nila duduk.
“Nila.. Kamu tau? Aku sangat bahagia malam ini”, kata Dendi sembari memegang tangan Nila.
“Mas Dendi yang ngatur dinner ini?”, tanya Nila senang melihat suasana malam yang begitu romantis.
“Ya begitulah. Aku mau dinner pertama kita berkesan dan tak kan terlupakan. Dan pesonamu sangat anggun malam ini”, puji Dendi yang terpesona melihat pacarnya malam itu.
Malam itu menjadi malam yang indah buat Nila dan Dendi. Setelah cukup lama mereka disana, dan setelah menyantap hidangan khas café itu, Dendi juga mengajak Nila berdansa di café itu. Nila sangat bahagia malam itu, setelah sekian lama Nila tidak bisa menerima laki-laki masuk dalam kehidupannya. Setelah berdansa, Nila teringat kakaknya. Nila mengajak Dendi pulang karena sudah terlalu malam. Dendi mengantar Nila pulang. Dendi mengantar Nila sampai depan rumahnya dan Dendi bertemu dengan kakak Nila.
“Kak, ini Dendi”, Nila mengenalkan Nila pada kakaknya. Kakak Nila menerima perkenalan dengan baik.
“Saya pulang dulu. Terima kasih sudah mengijinkan Nila jalan malam ini”, ucap Dendi pada kakak Nila. Kakak Nila tak banyak bicara. Dia hanya mengangguk. Begitu Dendi pulang, Nila langsung ke kamarnya. Kakak Nila menghampiri Nila.
“Nila udah berapa lama pacaran sama Dendi?”, tanya kakak Nila dengan gaya santai.
“Baru satu minggu kak. Kenapa?”, tanya Nila menghampiri kakaknya yang sedang duduk di tempat tidur Nila.
“Kakak boleh kasih saran?”,
“Boleh lah kak.. Kenapa?”, tanya Nila dengan gaya manjanya.
“Hubunganmu sama Dendi jangan sampai kedengaran papa sama mama. Kamu backstreet aja ya”, kakak Nila memberikan saran yang membuat Nila bertanya-tanya kenapa.
“Kenapa kak?”, tanya Nila penasaran.
“Kakak gak mau kamu nantinya kamu malah dilarang bertemu Dendi lagi”, jawab kakak Niala
“Iya tapi masalahnya apa kak?”, tanya Nila semakin penasaran dengan omongan kakaknya yang terkesan berbelit-belit.
“Keluarga Dendi pernah ada masalah dengan keluarga kita. Meskipun papa bersahabat baik dengan papa Nuri, tapi tidak bersahabat dengan papa Dendi. Mereka bermusuhan. Mama pernah dengar papa marah-marah menyebut nama papa Dendi. Kakak juga gak tau apa masalahnya. Kakak udah tau Dendi sajak dulu, sewaktu kamu masih kecil. Papa Dendi juga bersahabat dengan Papa, tapi entah kenapa mereka jadi bermusuhan. Tapi sepertinya masalah papa cukup berat untuk di damaikan. Tapi kalo kamu cuma berteman saja dengan Dendi, kakak rasa papa gak akan marah asalkan tidak lebih dari berteman. Jadi kakak sarankan kamu sembunyi-sembunyi dulu dari papa. Tunggu perkembangan selanjutnya saja”, kata kakak Nila. Nila diam tercengang mendengar cerita kakak Nila barusan.
“Ya udah kamu cepat istirahat. Ganti baju dulu. Kakak tidur dulu, besok kakak berangkat. Good night”, Nila masih tetap terdiam di ranjang dengan busana yang ia kenakan dinner. Nila termenung memikirkan semua cerita kakaknya.
Ya Allah…
Apakah ini petanda aku akan gagal lagi dalam asmara?
Nila tertidur dengan balutan busana dikenakannya tadi malam dengan pertanyaan yang belum terjawab.
***

Matahari sudah menembus kaca kamar Nila. Nila terbangun terkena sinar matahari pagi. Nila terbangun dengan kondisi kurang fresh. Dia melihat dirinya masih dengan balutan busana yang semalam dikenakannya waktu dinner. Dia terperanjat begitu melihat jam dinding. Dia harus sekolah. Nila langsung bergegas. Nila harus cepat-cepat berangkat sekolah sebelum pintu gerbang seolah di tutup.
“Nila,kakak berangkat dulu”, kata kakak Nila saat Nila baru keluar dari kamar.
“Lo kak, kok sekarang? Gak nanti sore aja?”, Nila memeluk kakaknya yang berpamitan akan kembali ke Jogja, tempat kakaknya melanjutkan kuliah.
“Nanti kakak kemaleman sapainya di Jogja kalo kakak berangkat sore. Nila, ingat pesan kakak ya. Jangan sampai papa marah. Kamu gak mau kan seperti kakak dulu. Kamu masih ingat kan saat Jonathan di usir papa dulu? Kakak gak mau kamu sampai mengalami hal yang sama.”, Kakak Nila menasehati Nila untuk selalu hati. Jonathan adalah pacar kakak Nila yang tidak pernah disukai papa Nila. Saat papa Nila tahu Jonathan pacar Fani kakak Nila, Papa Nila marah dan mengusir Jonathan dari rumahnya. Nila mengengguk mendengar nasehat kakaknya itu.
“Kakak hati-hati ya”, kata Nila sebelum kakaknya berangkat. Fani berangkat di antar papanya disusul Nila yang di antar supirnya ke sekolah. Nila sudah hamper telat, dia lari menuju kelasnya. Beruntung gerbang sekolah belum ditutup. Nila langsung masuk menghampiri tempat duduknya yang bersebelahan dengan Nuri.
“Hmm yang habis dinner semalam sampai-sampai bangunnya kesiangan”, Nuri mulai meledek Nila.
“Kamu tu ya. Pasti ngeledekin aku. Gak bosen?”, Nila yang baru saja dating jadi sewot.
“Lho kok sewot? Ya deh maaf”, kata Nuri kemudian. Nila terlihat melamun di kelas. Dia tidak bias fokus mengikuti pelajarannya.
“Heh, kenapa?”, bisik Nuri saat gurunya sedang menjelaskan pelajaran di kelas. Nila hanya menggeleng kepala. Begitu pelajaran selesai, Nila mengajak Nuri ke kantin sekolahnya.
“Kenapa jadi gk focus? Dua hari lagi kita ujian. Kamu harus focus”, kata Nuri sambil menyantap makanan yang sudah mereka pesan.
“Nuri, ada yang mau aku omongin sama kamu”, Nila malah berubah jadi serius.
“Nuri, aku minta tolong, kamu jangan ember. Aku gak mau papa sama mama tahu hubungan aku sama Dendi. Aku belum siap”, pinta Nila memohon pada Nuri.
“Oke deh. Tenang aja. Mulutku embernya Cuma sama yang seumuran aja. Gak mau ember sama yang lebih tua.. hehehe”, Nuri menyetujui permohonan Nila. Nila dan Nuri sudah sangat klop. Dimana ada Nuri, pasti ada Nila. Sudah seperti piring dan sendok.
Sepulang sekolah Nuri dijemput Dendi. Dendi menunggu Nuri di depan gerbang. Seperti biasa, Nila juga ikut mobil Dendi karena rumah mereka melewati jalan yang sama dan lebih dekat rumah Nila. Saat itu Nila diam saja, tidak seperti biasanya.
“Nila, kamu kenapa”, Dendi bertanya pada Nila yang tidak seperti biasanya.
“Nila pengen ngomong sesuatu sama mas Dendi. Ada waktu?”, ajak Nila.
“Ya udah, tapi kita antar Nuri dulu ya. Sekalian kita makan siang.”
“Gak ngajak aku nih?”, celetuk Nuri dari belakang.
“Nuri…”, Nila menoleh pada Nuri dengan pandangan sewot.
“Iya deh maaf. Bercanda Nila”, kata Nuri menenangkan Nila yang kesal.
Setelah mengantar Nuri, Dendi mengajak Nila makan siang sambil membicarakan apa yang ingin Nila sampaikan.
“Ayo sekarang ngomong. Ada masalah apa sich sayang?”, tanya Dendi dengan gaya memanja Nila.
“Mas, Nila pengen hubungan kita di rahasiain dulu. Nila gak mau mama sama papa Nila tahu hubungan kita. Nila belum siap mas”, kata Nila memohon pada Dendi.
“Ada masalah apa?”, Tanya Dendi pada Nila. Dendi merasa ada yang aneh, tapi Nila tidak mau menceritakannya. Nila yakin pasti Dendi tidak tahu masalah orang tuanya dengan orang tua Nila.
“Gak ada apa-apa kok mas. Nila Cuma belum pengen mereka tau”, kata Nila menutupi masalahnya.
Merekapun menghabiskan makan siangnya dan Dendi langsung mengantar Nila pulang karena orang tua Nila tidak sedang keluar kota.
Sejak saat itu, mereka menjali hubungan mereka secara sembunyi-sembunyi. Hanya Nuri dan kakak Nuri yang tau. Nila khawatir jika orang tuanya sampai tahu hubungannya dengan Dendi. Nila gak mau Dendi bernasib sama dengan Jonathan, mantan kekasih kakaknya. Entah permasalahan apa yang sudah membuat papa Nila tidak suka dengan keluarga Dendi. Namun Nila tak ambil pusing dan memendam semua itu sendiri. Dia ingin menjalani hubungan itu dulu seperti air yang mengalir.
***
Lagi-lagi Nila harus kembali sendirian di rumah karena orang tuanya yang harusa segera keluar kota lagi. Nila mengakak Nuri bermalam di rumahnya. Tapi ternyata Nuri tidak bisa bermalam di rumah Nila karena diajak ayahnya keluar.
“Tapi mas Dendi ada di rumah kan? Aku ikut deh biar aku sama mas Dendi aja.
“Iya ada di rumah. Ayo deh buruan. Ntar papaku marah lagi”, ajak Nuri.
Nila sengaja ikut Nuri agar bias sama Dendi, apalagi kebetulan keluarga Nuri akan keluar waktu itu.
“Nila,om tinggal dulu sebentar. Nila sama Dendi dulu disini”, kata papa Nuri yang sudah akan berangkat.
“Iya Om”, jawab Nila singkat.
Ketika Nila dan Dendi sedang asyik nonton TV, terdengar ketukan pintu dari luar. Ternyata ada tamu yang mencari ayah Nuri. Tamu itu dipersilahkan masuk. Nila melanjutkan nonton TV.
“Sayang, buatin kopi ya. Ada tamu nyari Om”, pinta Dendi dengan rayuan gombalnya.
Nila membuatkan kopi untuk Tamu dan dia pula yang menghidangkan minumannya.
“Ini Istri anda?”, tanya tamu itu
“Calon istri lebih tepatnya”, jawab Dendi dengan santainya.
“Anda pintar memilih pasangan. Cantik cocok dengan anda.”, puji tamu itu pada Nila. Nila langsung masuk dan tak habis piker dengan apa yang di katakana Dendi barusan.
Dendi menemani tamu itu sambil menunggu ayah Nuri datang. Tapi akhirnya pulang duluan karena ayah Nuri tidak kunjung datang. Dendipun menghampiri Nila yang ada di depan TV.
“Nila sayang.. Maaf ya tadi”, kata Dendi.
“Hmmm”, Nila tak banyak bicara karena dia sedikt sebel pada Dendi.
“Nila, kamu mau kan jadi Istriku?”, tanya Dendi yang sontak benar-benar mengagetkan.
“Apa sich mas? Ko’ udah ngomongnya kesana? Nila kan masih mau lanjutkan sekolah Nila. Nila masih harus kuliah”, jawab Nila.
“Aku tunggu sampai kuliahmu selesai”, jawab Dendi. Tapi sebelum Nila menjawab, ada suara mobil yang datang.
“Nuri dan ayahnya udah datang. Sebaiknya aku ke kamar dulu”, Nilapun langsung ke kamarnya meninggalkan Dendi agar tidak ada kecurigaan yang timbul setelah melihat Nila dan Dendi berdua di ruang tamu.
Nila bahagia bisa jadi kekasih Dendi. Dia tertawa dalam hatinya. Apa hubungannya dengan Dendi akan berlanjut . Sedangkan Nila sudah tahu sendiri kalo’ hubungan mereka mungkin tidak akan sampai di jenjang pernikahan. Dia juga memikirkan, satu bulan lagi dia akan keluar kota untuk melanjutkan kuliahnya. Ayahnya menguliahkannya di luar kota, di sebuah universitas yang bonafit. Nila juga belum membicarakannya pada Dendi. Semakin lama berfikir, terlelaplah juga ia dalam tidurnya. Keesokan harinya Dendi disuruh mengantar Nila pulang ke rumahnya. Tak ada rasa khawatir pada diri Nila jika Dendi harus bertemu dengan orang tuanya karena meskipun mereka tidak suka keluarga Dendi, tidak punya alasan pula untuk tidak suka Dendi, toh yang mereka tau Dendi hanyalah teman Nila. Tapi kebetulan hari itu orang tua Nila sedang tidak ada. Dalam perjalanan pulang, Dendi kembali menanyakan pertnyaannya semalam.
“Nila, ada yang ingin aku bicarakan sama kamu”, kata Dendi
“Ada apa mas Dendi”, tanya Nila.
“Tentang lamaranku ke kamu”, sambung Dendi.
“Mas, mas Dendi terlalu cepat mengambil keputusan Nila belum siap orang tua Nila tau”, jawab Nila.
“Nila.. Om Andi sudah tahu hubungan kita. Dia yang akan melamar kamu. Bukankah dia sahabat ayah kamu”, tukas Dendi meyakinkan Nila akan keseriusannya.
“Tapi kamu gak tahu bagaimana reaksi keluargaku nantinya”, bisik Nila dalam hatinya.
“Nila belum siap mas. Ada yang juga ingin Nila katakan. Bulan depan Nila mau pindah ke luar kota. Nila harus tinggal sama nenek Nila di Jakarta”, sambung Nila memutuskan untuk memberitahukan kepindahannya ke Jakarta saat itu.
“Kenapa mendadak? Untuk apa kamu pindah ke Jakarta?”, tanya Dendi kaget begitu tahu kekasihnya akan pindah ke Jakarta.
“Aku diminta melanjutkan kuliah disana. Papa memaksaku. Aku gak bisa bilang apa-apa mas. Dan lagi ini adalah cita-citaku pengen kuliah disana. Nila masih ingin menuntut ilmu mas, Nila gak suka nikah di usia muda”, kata mila menjelaskan pada Dendi. Dendi hanya diam. Terlihat dendi memikirkan apa yang sudah Nila jelaskan barusan.
“Mas.. Kita jalani saja dulu. Nila gak mau terburu-buru. Mas Dendi percaya sama Nila, Nila sayang, cinta sama mas Dendi. Dan Nila gak akan khianati mas Dendi meskipun jarak kita jauh nantinya”, kata Nila kemudian.
Dendi mengiyakan Nila dan memeluknya seolah tak rela harus jauh dari Nila. Nila berusaha menahan tangis sambil memendam kenyataan yang cukup berat.
“Mas Dendi… Mungkin kita tidak akan pernah bisa menikah. Maafin Nila mas. Nila gak bermaksud menyakiti mas Dendi, tapi Nila sayang sama mas Dendi. Nila gak mau pisah dari mas Dendi meskipun jarak memisahkan kita. Nila takut jika Nila cerita kenyataan sebenarnya, hubungan kita jadi hancur. Nila belum siap mas”, bisik Nila dalam hati.
Semua rahasia itu Nila pendam sampai suatu saat dia siap menceritakannya pada Dendi. Malam itu Nila menangis di kamarnya antara keraguannya dan menulis di diarynya tentang apa yang dia rasakan saat itu.
***********
Keberangkatan Nila ke Jakarta tinggal 5 hari lagi. Nila meminta Dendi datang menemui Nila sebelum Nila berangkat ke Jakarta. Tiba-tiba saja Dendi ada di depan sekolah Nila.
“Nuri, kamu udah di jemput sama kak Dendi tuh”, kata Nila pada Nuri saat melihat Dendi di dalam mobil di depan sekolah mereka.
Merekapun menghampiri Dendi. Dendi keluar dari mobil dan menarik Nuri. Nila penasaran apa yang mereka bicarakan. Tak terbayang Dendi akan mengajaknya jalan-jalan hari itu karena hari itu jadwal Dendi ada kerja.
“Nila, kamu ikut aku yuk”, ajak Dendi pada Nila menarik tangan Nila.
“Kemana? Nuri? Dia mau kemana?”, tanya Nila heran melihat sahabatnya Nuri melambaikan tangan pada Nila kea rah yang berbeda.
“Udah ayo.. Kita jalan-jalan hari ini”, jawab Dendi sambil masuk ke mobil.
“Bukannya ini jadwal mas Dendi kerja ya? Bolos?”, tanya Nila heran.
“Iya. Tapi aku mau menghabiskan minggu ini bersama kamu sebelum kamu berangkat ke Jakarta”, kata Dendi sambil menggenggam tangan Nila.
Nila senang rasanya bisa berjalan berdua bersama Dendi. Nila memeluk Dendi di dalam mobil seolah tak mau di pisahkan. Ternyata hari itu adalah hari terakhir mereka bertemu sebelum keberangkatan Nila ke Jakarta. Dendi mengajak Nila ke pantai. Sesampainya disana, Dendi menggenggam tangan Nila.
“Nila, maafin aku belum mengatakan ini sama kamu. Ini hari terakhir kita jalan-jalan sebelum kamu berangkat ke Jakarta. Nanti sore aku berangkat ke Surabaya. Ada tugas ke luar kota dan aku berangkat nanti sore”, kata Dendi terbata-bata.
Nila hanya diam saja kaget mendengarnya. Tak terasa air mata Nila menetes.
“Nila, jangan nangis. Kita kan masih bisa bertemua lagi. Maafin aku Nila. Aku sama sekali gak tau ada tugas mendadak gini”, kata Dendi kemudian sambil mengusap air mata Nila.
“Jadi hari ini terakhir kita ketemu?”, jawab Nila
“Sebelum kamu berangkat ke Jakarta. Ingat, kita akan selalu bersama. Aku saying, cinta sama Nila. Aku akan secepatnya menyusul kamu ke Jakarta begitu urusanku di Surabaya selesai”, kata Dendi sambil memeluk Nila.
Nila semakin tidak bisa berkata apa-apa. Dia terbuai dalam pelukan Dendi di pinggir pantai dengan semilir angin pantai. Nila hanya menangis. Nila dan Dendi sama-sama memiliki tugas masing-masing.
“Nila.. Gak usah nangis lagi. Aku pasti secepatnya nyusul kamu ke Jakarta. Nih… Aku punya sesuatu buat kamu”, kata Dendi sambil mengambil sesuatu di dalam mobil Dendi. Dendi kembali dengan syal berwarna biru di tangannya. Di kalungkannya syal itu di leher Nila.
“Nila.. Aku gak bisa bawakan kenangan yang bagus. Ini syal buat kamu. Biar kamu bisa selalu ingat aku”, kata Dendi memasangkan syalnya pada Nila. Nilapun angkat bicara
“Mas Dendi janji ya.. Mas Dendi akan segera nyusul Nila ke Jakarta”, kata Nila terbata.
“Iya Aku janji sama kamu”, kata Dendi kemudian. Merekapun berpelukan, melepaskan perasan sayang mereka di hari terakhir mereka bertemu untuk perpisahan yang cukup lama.
Matahari sudah hampir terbenam. Mereka masih menikmati sun set di pantai itu dengan kepala Nila bersandar di pundak Dendi.
“Nila.. Sudah sore. Pulang yuuk. Aku harus siap-siap untuk berangkat”, ajak Dendi.
Nila terdiam, memegang erat tangan Dendi seolah tak ingin berpisah. Air mata Nila kembali menetes.

“Nila.. Ingat aku bilang apa?? Kita tetap bersama. Kita masih bisa telpon-telponan kan? Aku kan udah janji bakalan nyusul kamu ke Jakarta secepatnya”, kata Dendi.
Nila memandang wajah Dendi dan kembali dia peluk tubuh Dendi yang sebentar lagi sudah akan jauh dari dirinya. Merekapun pulang. Di sepanjang jalan, Nila tak sedikitpun memegang genggaman tangannya. Dia tak ingin dipisahkan. Sesampainya di rumah, sulit rasanya bagi Nila mengangkat kakinya untuk keluar.
“Nila.. Kamu baik-baik ya.. Sudah gak usah nangis. Nanti papa sama mama kamu bingung liat kamu sedih. Kamu gak mau mereka tahu kan tentang hubungan kita?”, kata Dendi pada Nila dan mendaratlah ciuman di kening Nila.
Nila semakin sulit mengangkat kakinya.
“Nila..”, sapa Dendi meyakinkan Nila kalo’ mereka tidak akan lama berpisah. Akhirnya Nilapun keluar dari mobil dengan mata yang sedikit sembab. Dendi berpamitan pada Nila, melambaikan tangannya. Di pandanginya Dendi hingga mobilnya sudah tak terlihat. Nila langsung ke kamarnya. Sampai malam Nila tidak mau makan, hanya mengurung diri saja di kamarnya.
Dear diary…
Ini hari terakhir jalan-jalan sama Dendi… Aku ingin selalu bersamanya…”
*******
Sudah 3 hari Nila tidak bertemu dengan Dendi. Dia berusaha kuat menahan kangennya agar tidak ada kecurigaan di keluarga Nila. Meskipun jauh, mereka masih bisa kontak komunikasi. Tak terasa pula besok Nila juga sudah harus berangkat ke Jakarta. Nuri mengajak Nila jalan-jalan sebelum Nila berangkat. Mereka habiskan hari itu di mall sampai mereka puas. Begitu puas, merekapun pulang.
“Nila, jangan lupa aku ya”, kata Nuri sebelum pulang. Merekapun pulang ke rumah masing-masing. Nilapun cepat pulang karena dia harus berkemas. Besok dia harus berangkat pagi-pagi. Malam ini Nila tidur drngan syal di genggamannya. Syal pemberian Dendi.
Keesokan harinya, Nilapun berangkat ke Jakarta diantar orang tuanya. Nila akan tinggal bersama neneknya di Jakarta. Dalam perjalannya Nila diam saja. bayangan Dendi selalu terlihat. Dan syal selalu ada di tangannya.
“Nila.. Kenapa?”, tanya mama Nila heran melihat anaknya termenung dari tadi.
“Gak apa-apa ma”, jawab Nila.
Tibalah mereka di rumah nenek Nila. Orang tua Nila juga bermalam disana dan kesokan harinya mereka harus kembali ke bogor. Nila berada di suasana baru bersama neneknya. Disana dia juga tinggal dengan tante Riva, adik ayahnya yang belum menikah. Rumah itu jadi tambah ramai dengan adanya Nila disana. Itu juga alas an orang tua Nila menyuruh Nila tingal disana.
Kini Nila ada di salah satu kampus negeri di Jakarta. Dia punya banyak teman baru. Meski begitu, dia tidak pernah lupa pada Nuri sahabat kecilnya. Baginya teman-teman barunya tak ada yang bisa menggantikan Nuri sebagai sahabatnya. Hari itu dia bertemu dengan salah satu mahasiswi disana ketika Nila sedang kesulitan mencari bahan untuk persiapan orientasi. Namanya Mimi. Dia teman baru Nila yang pertama kali Nila kenal disana. Dia banyak membantu Nila ketika Nila sedang OSPEK dan beradaptasi disana.
Di pagi yang cerah ketika Nila sedang duduk di taman kampus, Nila merenung, membayangkan Dendi ada di sampingnya. Tiba-tiba Nila dikagetkan dengan suara handphonenya bordering. Nila kaget dan langsung mengangkat telpon itu setelah melihat nama Dendi yang muncul di layar Handphonenya.
“Halo”, sapa Nila girang.
“Nila sayang lagi ada dimana? Aku kangen”, kata suara cowok yang sangat Nila rindukan
“Nila lagi ada di  kampus. Lagi di taman mas. Lagi gak ada kuliah, males mau pulang, jadi Nila disini saja. Mas Dendi lagi apa? Gak kerja?”, Tanya Nila kemudian
“Aku kan lagi ada disebelah kamu”, kata Dendi yang tiba-tiba muncul di samping Nila.
Sontak Nila kaget dan langsung memeluk Dendi. Sampai dia lupa kalo’ mereka sedang di kampus.
“Kapan mas Dendi kesini? Ko’ gak bilang Nila dulu???”, Tanya Nila yang tak mampu menahan kebahagiannya.
“Semalam aku berangkat. Tadi aku langsung kesini. Nuri telpon kamu kan tadi? Itu aku yang nyuruh. Nuri titip salam, dia gak bisa ikut”, kata Dendi kemudian.
“Ya udah. Jalan-jalan yuk. Nila kangen banget”, ajak Nila ingin melepas rindu dengan Dendi.
“Nila”, teriak seorang perempuan dari belakang Nila.
“Kak Mimi. Ada apa?”, Tanya Nila yang baru ketemu lagi dengan Mimi semenjak usai OSPEK.
“Nih baju kamu ketinggalan di rumahku kemarin pas kamu OSPEK”, kata mimi sambil menyodorkan baju Nila.
“Makasih ya. Aku belum sempat main kesana. Oh iya, ini Dendi. Calon suami aku”, kata Nila sambil bercanda. Dendipun berkenalan dengan mimi dan sedikit berbincang-bincang.
“Aku duluan ya, aku harus kembali ke kampus sekarang. Hati-hati di jalan”, kata Mimi berpamitan.
“Iya. Makasih ya”, sahut Nila. Mimipun meninggalkan Nila dan Nila juga bergegas pergi bersama Dendi. Dalam perjalanan, Dendi menanyai Nila.
”Nila, serius yang tadi?”, Tanya Dendi sambil senyam senyum.
“Yang mana?”, Tanya Nila pura-pura tidak ingat.
“Calon suami. Emang kamu mau jadi istri aku?”
“Ya mau lah mas Dendi. Aku kan sayang banget sama mas Dendi”, jawab Nila sambil menggenggam tangan Dendi.
Merekapun jalan-jalan melepaskan kangen mereka. Tanpa mereka sadari matahari sudah hampir terbenam dan mereka masih tetap berada di pantai. Dendi mengajak Nila ke bukit untuk melihat indahnya sun set.
“Nila, kamu tahu? Aku kangen banget sama kamu. Tiap hari rasanya pengen banget cepet ketemu sama kamu. Akhirnya baru hari ini aku bisa ketemu sama kamu”, kata Dendi seolah tak ingin berpisah lagi.
“Mas Dendi berapa hari disini??”, Tanya Nila.
Dendi terdiam sejenak. “Aku akan kembali ke Bogor besok pagi-pagi banget”, kata Dendi menyesali waktu singkatnya bersama Nila.
“Ko’ cepet banget sich mas”, Tanya Nila.
“Ya Aku harus kembali ke bogor karena aku g’ mungkin g’ masuk kerja besok”, kata Dendi menjelaskan pada Nila.
“Oo… ya udah lah”, jawab Nila lirih.
Malam itupun mereka habiskan hanya berdua semalaman. Akan butuh waktu lama lagi untuk bertemu lagi seperti itu.
******
Matahari sudah terbit, membangunkan Nila dari tidur. Semalaman dia tidur bersama Dendi di bukit. Tanpa mereka sadari mereka tertidur disana. Nila kaget begitu dia bangun.
“Mas Dendi..”, Nila berusaha membangunkan Dendi yang belum terjaga.
“Nila, kamu udah bangun”, Dendi terbangun dari tidurnya.
“Kok Nila semalam gak dibangunin”, kata Nila sedikit kesal
“Aku gak tega bangunin kamu sayang. Kamu tertidur sangat pulas. Aku gak tega ganggu kamu. Tenang aja, aku gak apa-apain kamu”, kata Dendi menenangkan Nila’
“Beneran kan”, Tanya Nila meyakinkan.
“Iya sayang, aku gak mungkin sejahat itu”, kata Dendi sembari memeluk Nila.
“Trus, mas Dendi jam berapa balik? Bukannya mas Dendi harus kembali ke Bogor jam 6 pagi? Sekarang sudah jam berapa??”, kata Nila.
“Sudah lah gak usah pikirkan itu. Aku antar Nila pulang dulu, trus baru berangkat ke bogor. Jujur saja sayang, aku merasa berat pisah sama kamu lagi. Itu sebabnya aku punya niat melamar kamu”, kata Dendi
“Nila belum siap mas”, jawab Nila sedih.
Mereka terdiam sejenak, saling merangkul. Dalam hati Nila berkecamuk. “Bagaimana caranya musyawarah dengan keluarga? Aku gak mau ada masalah lagi”, dalam hatinya benar-benar berkecamuk.
“Nila, ayo pulang. Aku harus kembali ke Bogor”, ajak Dendi.
Begitu Nila siap-siap untuk berdiri, Dendi memegang tangan Nila.
“Nila.. Maafin aku. Aku gak bisa lama disini. Maaf ya”, kata Dendi dan tanpa Nila sadaripun mendaratlah kecupan di bibir Nila. Nila kaget dan langsung mengajak Dendi pulang. Dendipun mengantar Nila pulang. Sesampainya di depan rumah Nila, kaki Nila terasa berat dilangkahkan.
“Mas Dendi baik-baik ya di sana”, kata Nila.
“Iya sayang. Nila juga baik-baik di sini”, kata Dendi.
Saat itu juga Dendi kembali ke Bogor. Nilapun masuk setelah mobil Dendi sudah tak terlihat lagi.
****
Nila lalui hari-harinya di kampus seperti biasa. Hari itu Nila hampir telat masuk ke kelas karena semalaman dia ngobrol dengan Dendi melalui selular untuk melepas kangennya. Nila terburu-buru sampai akhirnya dia tertabrak seorang laki-laki sampai dia terjatuh.
“Maaf. Saya tidak sengaja. Saya harus cepat-cepat ke kelas. Saya sudah terlambat”, Kata Nila yang langsung meninggalkan orang itu. Setibanya di kelas, ternyata dosennya belum datang. Begitu dia duduk, seseorang masuk kelas dan Nila kaget. “Itu kan mas yang aku tabrak tadi”, kata Nila dalam hati. Ternyata dia adalah asisten dosen. Nilapun mengikuti kuliah dan teman-temannya malah genit dengan wajah sedikit curi-curi pandang melihat asdos yang tampan itu. Jam kuliah akhirnya selesai.
“Nila”, sapa asisten dosen itu.
“Saya pak?? Ko’ bapak tahu nama saya?”, Tanya Nila
“Tadi kan saya sudah absen mahasiswa”, kata asisten dosen tersebut.
“Oo iya. Ada apa pak?”, Tanya Nila penasaran.
“Maaf saya mengganggu. Tolong kamu sebarkan info tentang tugas besok. Saya tidak bisa masuk besok”, kata asisten dosen itu.
“Baik Pak”, kata Nila dan meninggalkan asisten dosen itu. Namanya Kendra.
Nila diledek temen-temennya karena Nila yang di panggil asisten dosen itu hanya untuk menyebarkan tuga.
“Hmmm.. Kaya’nya ada yang lagi jadi perhatian nih”, kata salah satu temannya
“Nila sadar gak kamu? Dari tadi mas Kendra itu liatin kamu terus lo”, kata Derbi teman Nila di kampus.
“Masa’ sich? Trus kenapa?, Tanya Nila belaga tak peduli.
“Kenapa kamu bilang? Harusnya kamu seneng dong. Asisten dosen itu kan di kejar-kejar mahasiswa karena ketampanannya. Kamu gak peka banget de”, kata teman Nila yang sedari tadi memuja-muja Kendra. Nila cuek saja karena meskipun dia sadari Kendra tampan, tapi dia tidak merasa terpesona seperti teman-temannya yang lain.
Nilapun pulang setelah membagikan tugas ke teman-temannya. Di taman depan rumahnya  dia merenung, dan entah kenapa Kendra sang asisten dosen yang terlintas. “Kenapa mas Kendara”, kata Nila dalam hati. Asisten dosen itu tidak mau dipanggil bapak. Dia minta mahasiswanya memanggilnya mas saja. Nilapun teringat pada Dendi yang sudah beberapa hari ini tidak ada kabar. Biasanya dia menghubungi Nila terus. Nila tidak berani menghubungi Dendi duluan, karena dia khawatir Dendi terganggu di kesibukannya. Nila merasa penat di rumahnya, akhirnya dia putuskan untuk jalan-jalan bersama temannya ke mall. Kebiasaan seorang perempuan berbelanja membuat mereka lupa waktu. Ketika keluar dari mall, temen Nila, Niken bertemu dengan kekasihnya di pintu mall. Dengan kegirangannya Niken meninggalkan Nila sendirian.
“Nila, sorry ya, gue balik ke dalam lagi. Lho pulang duluan ya. Maaf banget ya Nila. Gue masih ada kepentingan di dalam”, pinta Niken pada Nila.
“Ken.. Gue naik taxi dong??”, teriak Nila namun tak ada respon dari Nila.
“Ya sendirian deh”, gerutu Nila.
“Kan ada aku”, jawab seseorang di sampingnya. Nila kaget. Dia teringat Dendi yang waktu itu pernah mengalami hal yang sama ketika Nuri ninggalin Nila sendirian.
“Nila ya?”, sapa pria itu.
“Pak Kendra”, kata Nila menyapa.
“Kan sudah aku bilang jangan panggil pak. Aku kan belum tua dan aku bukanlah dosen kamu,aku Cuma asistennya. Kamu ditinggal sendiri?”, Kendra menanyainya balik.
“Oh iya mas. Ini lagi belanja sama Niken. Tapi dia ngilang gitu aja tadi pas ketemu cowoknya. Mas Kendra belanja juga?”, jawab Nila.
“Iya. Ibu saya sedang sakit, jadi saya yang harus belanja”, jawab Kendra.
“O..”, kata Nila.
“Kamu mau pulang? Lagi nunggu taxi kan? Mau bareng aku aja?”, ajak Kendra.
“Oh gak usah pak, eh mas Kendra, terima kasih. Saya naik taxi saja”, jawab Nila merasa tidak enak.
“Gak usah malu-malu. Anggap saja ku temen kamu kaya’ Niken. Ayo..”, ajak Kendra sembari membawa tas belanjaan Nila ke dalam mobil Kendra.
“Rumah kamu dimana?”, Tanya Kendra sambil menyetir.
“Di jalan Kemuning No 99 Mas”, jawab Nila seadanya.
“Berarti melewati rumah saya. Mau mampir ke rumah saya dulu? Sekalian saya antar obatnya mama dulu sama pesanannya mama tadi”, ajak Kendra.
“O kalo’ gitu saya turun di daerah rumah mas Kendra saja biar mas Kendra tidak usah repot-repot antar saya pulang”, kata Nila kemudian.
“Gak usah. Tadi kan saya sudah bilang mau antar kamu pulang. Harus saya antar dong. Sekalian aku kenalkan mama. Mama sangat senang kalo’ ada anak perempuan ke rumah. Biasanya sodara-sodara perempuanku bermalam disini tiap malam, gantian. Maklum lah. Aku anak tunggal. Mama pengen banget punya anak perempuan. Pasti mama seneng ada kamu. Bentar aja deh. Cuma ngasih obat. Gak apa-apa kan?”, pinta Kendra pada Nila.
Nila hanya diam heran. Baru kali ini dia merasa sangat grogi. Dia bingung harus bersikap seperti apa dengan mama Kendra. Sesampainya di rumah, Nila seolah enggan keluar dari mobil.
“Nila. Ayo”, ajak Kendra.
Dengan berat hati Nilapun keluar dari mobil Kendra. Nilapun masuk ke rumah Kendra yang megah. Disitu Nila melihat seorang perempuan cantik sedang duduk di ruang keluarga dan sedang nonton Televisi.
“Ma.. Ini obatnya mama minum. Dan ini pesanan mama tadi”, kata Kendra pada mamanya yang terlihat penuh kasih saying. Nila terenyuh melihatnya.
“Itu siapa Ken?”, Tanya mama Kendra menunjuk ke arah Nila. Nila kaget dari lamunannya.
“Oh, Kendra sampai lupa ma.. Itu Nila. Temen Kendra di kampus Ma”, kata Kendra sambil mengajak Nila mendekati Mamanya.
“Malam tante. Saya Nila, mahasiswanya mas Kendra”, kata Nila.
“Kamu cantik nak”, kata mama Kendra setelah melihat Nila lebih dekat lagi.
“Ah tante biasa aja. Lebih cantik tante malah”, kata Nila pada seorang perempuan yang masih muda itu dan sedang terlihat lemah karena sakit.
“Ma.. Kendra antar Nila pulang dulu ya. Tadi Kendra bertemu Nila di mall sendirian, di tinggal temennya. Jadi Kendra bilang mau antar Nila dulu. Mama jangan lupa minum obatnya”, kata Kendra berpamitan. Nila juga berpamitan pada mama Kendra.
“Main-main kesini ya nak. Tante suka ada gadis main kesini. Jadi tante ada temannya”, kata mama Kendra sebelum Nila pulang.
Nila bertanya-tanya apa sebenarnya penyakit mama Kendra? Mama Kendra masih terlalu muda, tapi sepertinya sakitnya cukup mengkhawatirkan. Tapi Nila tidak punya keberanian untuk bertanya pada Kendra.
“Kamu pasti bertanya-tanya apa penyakit mamaku?”, kata Kendra mengagetkan Nila.
“Oh.. Iya sich. Tadinya mau Tanya tapi gak berani”, kata Nila.
“Mamaku sakit kanker otak. Mama sudah tidak bisa bekerja lagi”, kata Kendra.
“Papa kamu?”, Tanya Nila.
“Papa udah lama meninggal karena serangan jantung. Jadi mama Cuma tinggal sama aku sekarang”, kata Kendra.
“Maaf mas, jadi mengingatkan mas Kendra pada masa lalu mas Kendra dan terlalu ikut campur”, kata Nila merasa tidak enak.
“Gak apa-apa.”, kata Kendra.
Mereka berbincang-bincang tanpa disadari sudah sampai di depan rumah Nila.
“Terima kasih mas Kendra sudah nganterin Nila sampai rumah”, kata Nila pada Kendra.
“Sama-sama. Kalo’ gitu aku permisi langsung pulang saja. Kasian mama sendirian”, jawab Kendra dan langsung meninggalkan Nila.
Nila tidak habis pikir, seorang Kendra yang terlihat sangat ramah dan santai ternyata menyimpan cukup banyak derita. Orang seperti itu patut dicontoh. Nial masuk rumahnya dan langsung beristirahat. Malam sudah semakin gelap. Nila coba memejamkan mata, tapi sulit rasanya. Anehnya, Nila malah ikut-ikutan terpesona pada Kendra setelah hari itu dia bersama Kendra bahkan kenalan dengan orang tua Kendra. Kendra selalu terlintas di benak Nila. “Jangan-jangan aku suka sama Kendra?” kata Nila dalam hati. Nila sampai lupa Dendi yang memang sudah beberapa hari itu tidak ada kabar.
Beberapa hari kemudian, Nila sering bertemu dengan Kendra dan tak jarang pula mereka saling bercerita dan pulang bersama. Pernah juga Nila di rumah Kendra bersama mama Kendra sampai malam. Ketika Nila sedang beristirahat di kamarnya, telfon Nila bordering.
“Mas Dendi”, sapa Nila di telfon.
“Sayang lagi istirahat? Hari ini gimana kabarnya?”, sapa Dendi di seberang sana.
“Iya Nila lagi istirahat. Nila baik mas. Ini capek pengen istirahat”, kata Nila.
“kasihan calon istriku kecape’an gak ada yang nemenin”, kata Dendi gobal. Nila sedikit tidak memperdulikan. Dia hanya tersenyum.
“Kapan Nila siap aku lamar?”, Tanya Dendi
“Apa sich mas, mulai deh”, jawab Nila.
“Aku pengen ngelamar kamu secepatnya Nila. Biar kita bias terus bersama. Kamu mau kan?”, kata Dendi yang berniat melamar Nila dan sudah sering pertanyaan itu di lontarkan. Nila sangat tidak suka dengan pertanyaan itu karena Nila masih belum mau memiliki ikatan dengan siapapun sebelum kuliahnya selesai.
“Mas.. Sudah berapa kali sich Nila bilang sama mas Dendi kalo’ aku paling gak suka mas Dendi bahas itu. Nila gak mau mas, Nila belum siap. Nila pengen lanjutin kuliah Nila dulu”, nila langsung mematikan Handphonenya. Nila bosan dengan pertanyaan itu. Sampai-sampai Nila mrasa Ilfeel sama Dendi karena pertanyaan itu dan karena Dendi selalu memaksa untuk segera bertunangan. Saat itu juga Nila putuskan untuk mengganti nomor handphonenya untuk menghindar dari Dendi untuk sementara waktu. Esok harinya Nila mendapat telfon dari Dendi dari telfon rumahnya, namun Nila tidak menghiraukannya. Nila tidak mau mengangkat telfon dari Dendi. Nila masih merasa kesal Karen percakapannya semalam. Dia cuek saja dengan telfon dari Dendi dan berangkat ke kampus tanpa menghiraukan telfon Dendi. Hari itu adalah hari terakhir ujian di kampusnya. Jadi besoknya Nila bisa pulang ke Bogor.
********
Liburan semester sudah tiba. Nila sudah ada di Bogor sejak hari pertama libur. Nila menemui Nuri sahabat lamanya yang sudah lama tidak bertemu. Nila menemui Nuri di rumahnya. Sengaja Nila tidak mengabari Nuri dan Dendi karena Nila ingin memberikan kejutan kepada mereka. Terutama pada Dendi yang sebenarnya sangat dia rindukan. Nila masuk dan mendekati Nuri yang ada di taman belakang sedan menyiram tanamannya. Nuri terkejut begitu melihat Nila ada di depan matanya.
“Nila..”, teriak Nuri yang baru saja datang.
“Nuri. Kamu tambah cantik deh”, kata Nila
“Ah kamu ini.. Biasa aja deh”, jawab Nuri. Merekapun berbincang melepas kangen mereka. Tiba-tiba saja Dendi datang. Nila kaget melihat Dendi sudah duduk di sebelahnya.
“Hai.. Boleh gabung?”, kata Dendi sambil senyam senyum.
“Ada yang lagi liburan gak ngasih kabar nih”, sambung Dendi.
“Wah, aku ganggu nih”, kata Nuri dan langsung meninggalkan Nila dan Dendi berdua.
“Sayang masih marah ya sama aku? Aku minta maaf. Aku Cuma gak mau kamu jatuh ke tangan orang lain. Aku pengen nikah sama kamu. Aku pengen memiliki kamu seutuhnya karena aku sayang sama kamu”
“Udah lah mas, gak usah di pikirkan. Nila udah gak marah ko’.  Justru Nila yang harusnya minta maaf sama mas Dendi udah gak pernah angkat telfon mas Dendi. Nila sengaja biar Nila bias ngasih kejutan buat mas Dendi. Dan ini kejutannya. Nila dating tanpa mas Dendi ketahui”, kata Nila.
“Hmm.. Kamu bisa aja ya bikin aku khawatir”, kata Dendi sambil bergurau.
“Mas, jalan-jalan yuk. Tapi ajak Nuri juga. Aku kangen juga sama dia”, ajak Nila.
“Ayo jalan-jalan. Aku juga kangen kamu”, teriak Nuri dari kejauhan yang mendengar percakapan Nila dengan Dendi. Merekapun melepas kangen hari itu ke pantai, tempat biasa mereka jalan-jalan. Setelah cukup lama jalan-jalan, Nila mengajak Dendi dan Nuri pulang.
“Mas, pulang yuk”, ajak Nila.
“Kok udah mau pulang? Gak kangen lagi sama aku?” Tanya Dendi.
“Nila pusing mas. Nila kan masih lama di Bogor. Yuk”, ajak Nila dan langsung beranjak pulang. Dendi masih bingung dengan sikap Nila. Nilapun di antar sampai rumahnya oleh Dendi. Tanpa banyak basa basi Nila langsung masuk rumah begitu sampai di rumahnya. Dendi semakin bingung.
“Nuri, Nila kenapa? Gak cerita sama kamu?”, Tanya Dendi pada Nuri yang melihat ada yang beda pada Nila.
“Nuri juga gak tahu. Dia gak cerita apa-apa tuh”
Dendi pulang dengan penuh tanda Tanya di benaknya tentang apa yang sebenarnya sudah terjadi dengan Nila.
Di tempat yang berbeda, Nila termenung di kamarnya. Dia memikirkan semua hal yang menyangkutnya dengan Dendi.
“Aku harus gimana? Apa aku harus mutusin dia? Aku gak mungkin bisa hidup bersama dia. Aku harus berbuat apa sekarang? Kak Dendi, Nila minta maaf. Ini yang terbaik buat kita. Maafin Nila”
Itulah curahan hati Nila dalam buku diarynya. Dia bingung harus berbuat apa.
Keesokan harinya Dendi mengajak Nila jalan-jalan lagi. Dendi ingin mencari tahu ada apa sebenarnya dengan Nila.  Mereka jalan-jalan menyusuri Bogor seharian itu.
“Aku sayang banget sama mas Dendi. Aku juga gak tau mas akan seperti apa hubungan kita selanjutnya. Maafin Nila mas selama ini Nila sudah keterlaluan marahnya sama mas Dendi”, pekik Nila dalam hatinya.
“Nila. Kok ngelamun?”, kata Dendi mengagetkan lamunan Nila.
“Mas, Nila sayang banget sama mas Dendi. 2 hari lagi Nila kembali ke Jakarta. Mas Dendi bisa kan nganterin Nila pulang ke Jakarta besok?”, kata Nila mengajak Dendi ke Jakarta.
“Oke deh. Apa sich yang gak buat Nila”, jawab Dendi mengiyakan ajakan Nila.
Merekapun benar-benar menghabiskan malam itu hingga larut malam. Nilapun pulang terlalu malam. Begitu masuk rumah Nila kaget kakaknya sudah duduk di ruang tamu nunggu Nila.
“Nila. Dari mana kamu sampai larut malam? Keluar sama Dendi? Kakak ingatkan, pikirkan baik-baik masa depanmu. Kakak gak mau mama sama papa kecewa. Udah cepet tidur sebelum papa bangun”, kakak Nila mengingatkan Nila.
Nila perlahan menuju kamarnya. Nila jadi tambah bingung meikirkan nasihat kakaknya barusan. Hingga akhirnya dia terlelap, dia belum bisa ambil keputusan.
***
Matahari sudah terbit. Nila terbangun oleh pancaran sinar matahari. Handphonenya sejak semalam dia silent, ternyata ada beberapa panggilan dan pesan dari Dendi. Nila teringat kembali kata-kata kakaknya. Nila mengajak Nuri bertemu hari itu. Nila mengajak Nuri bertemu di restoran dekat pantai.
“Hai Nila. Udah lama nunggunya?”, Tanya Nuri yang baru saja dating.
“Gak juga. Aku baru aja datang. Duduk deh. Pesen minum dulusana.”
Nuri memesan minuman dan makan. Sambil menunggu pesanan datang, Nuri menanyakan kenapa Nila tiba-tiba ngajak ketemuan disana dan tanpa seorangpun tahu.
“Nila, ada apa sich? Kamu ada masalah dengan mas Dendi?”, Tanya Nuri penasaran.
“Nila, jika keluarga kamu tidak menyetujui hubungan kamu dengan Bima, apa yang akan kamu lakukan?”, Nila memulai ceritanya dengan memisalkan Nuri dalam posisinya.
“Ada apa Nila? Papa kamu gak suka sama mas Dendi?”
“Kamu jawab saja pertanyaanku”, kata Nila dengan nada agak ketus.
“Akan aku pikirkan semuanya baik-baik. Sepertinya aku akan memilih orang tuaku jika memang alasannya tepat”, jawab Nuri.
“Nila, aku minta tolong sama kamu. Jika suatu saat aku putuskan untuk berpisah dengan mas Dendi, jangan pernah kamu cerita kalo aku pernah menanyakan ini sama kamu. Dan aku minta tolong sama kamu, ingatlah kata-kataku ini ‘aku sayang banget sama mas Dendi’. Aku minta tolong Nuri”, pinta Nila memohon pada Dendi.
“Nila. Serumit itukah hubunganmu dengan mas Dendi?”, tanya Nuri.
“Aku juga tidak pernah harapkan ini. Tapi aku masih ingin memikirkannya lagi. Yang terbaik buat aku, mas Dendi dan buat keluarga kita”, kata Nila dengan pandangan kosong.
“Nila. Kamu pasti bias putuskan yang terbaik. Jangan pikirkan satu belah pihak. Pikirkanlah kebaikan untuk semuanya”, saran Nuri pada Nila.
“Terima kasih Nuri kamu sudah bantu aku. Aku sayang sama mas Dendi. Kamu harus ingat itu”, Nila berbicara seolah ia tak sadar dengan keadaannya sekarang.
Nuripun mengajak Nila cepat pulang karena Nila harus istirahat karena besok dia akan kembali ke Jakarta. Sepulang dari bertemu dengan Nuri, Nila sedikit bias lega karena dia bias menumpahkan peerasannya pada Nuri tanpa ada seorangpun tahu. Nila tahu bahwa Nuri tidak akan bercerita pada siapapun tentang rahasia yang memang harus di jaga. Meski dalam keadaan kalut hati Nila, tapi ia sedikit lega dan bisa sedikit nyenyak tidurnya.
***
Nila terbangun dari tidurnya di pagi hari karena mamanya sudah membangunkannya untuk bersiap-sipap.
“Nila, ayo bangun. Kamu kan harus kembali ke Jakarta. Ayo bangun dan berkemas. Nanti terjebak macet”, kata mama Nila yang tiba-tiba masuk ke kamar Nila.
“Iya ma.. Ma.. Nila hari ini kembali ke Jakartanya bareng sama temen aja ya Ma. Gak pa-pa kan? Nanti pasti Nila kabari terus”, pinta Nila merengek
“Ya udah g apa-apa. Tapi hati-hati ya”, kata Mama Nila.
Nila akhirnya berkemas dan segera menghubungi Dendi dan mengajaknya bertemu di suatu tempat agar keluarga Nila tidak tau. Dalam perjalanan Nila tidak banyak berbicara. Sesekali dia bercanda dengan Dendi tapi tak seleluasa sebelum-sebelumnya.. Dia hanya menjawab saat Dendi bertanya. Dia lebih memilih pasif. Sedangkan dia memikirkan banyak hal. Tentang hubungannya dengan Dendi. Hingga dia tertidur di dalam mobil.
Dendi terenyuh melihat Nila yang tertidur pulas di dalam mobil. Rasanya dendi tidak ingin membangunkan Nila dan member tahunya kalo sudah sampai di Jakarta. Dendi membelai pipi Nila. Nila terbangun.
“Nila.. Udah kita sudah di Jakarta. Kita langsung ke rumah kamu atau gimana?”, Tanya Dendi.
“Mas, kita ke pantai dulu. Nila gak pengen di rumah dulu”, kata Nila.
Awan saat itu sedang mendung tapi Nila mengajak Dendi ke pantai. Di pantai, Nila terdiam. Dendi bingung melihat Nila.
“Nila, kamu kenapa? Apa yang kamu pikirkan?”
Nila tatap terdiam. Berat rasanya Nila mengatakan masalahnya. Nila bingung bagaimana selanjutnya. Akhirnya Nila memberanikan diri memutuskan untuk berbicara.
“Mas. Nila minta maaf sama mas Dendi”
“Minta maaf? Ada apa Nila?” Dendi bingung. Tiba-tiba Nila jadi seperti itu.
“Sebaiknya hubungan kita sampai disini saja”, pembicaraan Nila terpotong karena dia menangis.
“Nila?? Maksud kamu apa?”, Tanya Dendi kebingungan dengan keputusan Nila yang tiba-tiba itu.
Nila tidak bisa melanjutkan kata-katanya. Nila nangis tak kuasa menahan kesedihannya itu. Itu bukanlah keinginan Nila, tapi semua memang harus berakhir.
“Ya kita seperti dulu. Kita”, Nila tak kuasa melanjutkan kata-katanya karena isakan tangisnya.
“Kita putus saja”, kata Nila dalam tangisnya.
Dendi kaget begitu mendengar kata putus dari mulut Nila. Perasaan baru semalam Dendi menghabiskan waktu bersama Nila.
“Kamu bercanda kan Nila”, Tanya Dendi tak percaya akan semua keputusannya itu.
Nila tidak bisa menjawab dengan kata-kata karena Nila terus saja menangis.
“Tapi kenapa? Beri aku alasan yang jelas”, kata Dendi dengan memeluk Nila erat.

“Nila Cuma pengen kita udahan aja. Nila minta maaf. Tangis Nila tak dapat dibendung. Dia terus saja nangis.
“Nila udah gak sayang lagi sama aku? Bukankah baru kemarin malam Nila bilang sayang sama aku. Kamu masih cinta, masih sayang sama aku kan?”, Tanya Dendi bingung.
Nila hanya menangis, menggenggam tangan Dendi. Dendi semakin bingung dibuatnya. Nila minta hubungannya di akhiri tapi dia masih memegang erat tangan Dendi.
“Nila…. Ada apa? Ceritakan masalahnya sama aku. Kamu kenapa?”, Tanya Dendi yang semakin bingung.
“Aku tau kamu masih sayang sama aku. Kalo’ kamu udah gak sayang lagi sama aku, kenapa kamu harus nangis gini?”, Dendi semakin bingung.
Nila tetap saja nangis. Dia gak bisa memberikan alasan yang pas.
“Mas, itu keputusan Nila, Nila harap mas Dendi bisa terima itu. Sekarang Nila minta mas Dendi tinggalkan Nila sendirian disini”, pinta Nila sambil menangis
“Gak, aku gak akan tinggalin kamu sendirian disini. Kamu juga belum memberikan alasan kamu”
“Mas tolong… Tinggalin Nila sendiri mas. Nila pengen sendiri. Mas Dendi jangan pedulikan Nila. Nila pengen sendiri. Tolong ngertiin Nila. Ini keputusan Nila mas. Nila Mohon..” Pinta Nila memotong pembicaraan Dendi. Nila memohon sambil nangis tersedu-sedu.
“Baiklah kalo’ itu keputusanmu. Tapi aku gak mau putus sama kamu. Aku pulang”, Dendipun segera masuk ke mobil dan berlalu.

Nila memandang wajah Dendi sebelum pergi. Tak kuasa dia menahan tangis seakan dia menyesali keputusannya itu. Nila tetap berdiam di pantai itu meski air hujan sedikit demi sedikit turun.


Nila terkejut dengan payung yang melindunginya. Nila menoleh kea rah paying itu. Kendra berada di sebelahnya, memayunginya. Kendra mengajaknya ke tempat berteduh dan menyelimutkan jaket di badannya.
“Ada apa Nila? Kenapa kamu nangis di tengah huja seperti ini?”, tanya Kendra sambil mengusap wajah Nila yang basah. Nila tak sadar Kendra memperhatikannya. Nila hanya menangis tersedu-sedu. Kendra mendekatkan bahunya di dekat Nila agar Nila lebih leluasa menangis. Setelah terlihat sedikit lega, Kendra kembali menanyai Nila.
“Kamu dari mana?”, kenapa nangis sendirian di pantai?”, tanya Kendra yang cukup peduli pada keadaan Kendra.
“Saya baru saja tiba di Jakarta. Seseorang yang sangat aku cinta mengantarkanku. Dia sangat mencintaiku. Tapi aku putuskan dia begitu saja tanpa memikirkan perasaannya.”, Nila kembali menangis setelah menceritakan masalahnya.
“Kamu tenangkan diri dulu. Lebih baik hapus air mata kamu. Kamu bias share sama aku jika kamu mau. Tapi gak usah nangis lagi”, kata Kendra berusaha menenangkan Nila.
“Terima kasih mas Kendra sudah membantu Nila. Kenapa mas Kendra ada disini?”, tanya Nila pada Kendra yang tiba-tiba saja membawakan payung untuknya
“Entah lah. Tadi sewaktu di rumah, ingin rasanya aku kesini. Akhirnya aku kesini dan sesampainya disini aku melihat seorang wanita sedang menangis kehujanan disini. Untung aku bawa payung, kalo gak, aku ambilin kamu daun pisang biar bisa lindungi kamu dari hujan”, Kendra sangat berusaha menenangkan Nila dan membuatnya tertawa. Akhirnya Nila bisa tertawa juga. Dan dia mulai menceritakan masalahnya pada Kendra. Saat itu Nila memang sangat membutuhkan seseorang untuk menjadi pendengar setianya dan syukur-syukur bisa memberikan solusi.
“ Ada apa Nila. Kenapa kamu sampai seperti ini? Bukankah kamu sangat cuek pada laki-laki?”, tanya Kendra memulai pembicaraan.
“Nila memutuskan hubungan Nila dengan pacar Nila yang sangat Nila sayangi. Mudah-mudahan ini keputusan yang tepat. Nila harus bisa ngelupain dia”, kata Nila memulai menceritakan masalahnya.
“Alasannya? Dia selingkuhin kamu?”
“Tidak. Dia sangat mencintai Nila. Bahkan dia ingin melamar Nila. Ada masalah keluarga yang aku sendiri tidak tahu apa masalahnya yang sebenarnya. Aku hanya ingin membahagiakan orang tuaku. Aku tidak ingin egois”, Kendra mendengarkan cerita Nila dan berusaha memberikan masukan untuk Nila.
“Nila. Seharusnya kamu pikirkan dulu baik-baik. Kalo itu akan menyiksamu, lebih baik kamu tidak lakukan itu. Tapi jika kamu tetap dengan keputusanmu ini, kamu harus bisa lupakan dia. Ingat. Masa depan kamu masih panjang. Masih banyak waktu untuk membahagiakan orang tua. Kamu pikirkan lagi baik-baik. Jika kamu memang ingin memutuskan hubunganmu, cobalah untuk melupakan dia. Jangan selalu meratapi nasib”, Kendra berusaha memberikan saran terbaik untuk Nila. Kendrapun mengantarkan Nila pulang saat itu meski dalam keadaan basah kuyup. Nilapun pulang dengan perasaan kalut. Dia belum percaya kalo’ dia sudah memutuskan untuk mengakhiri hubungannya dengan Dendi. Nila hanya melamun saja di kamarnya. Dia mematikan handphonenya karena Dendi selalu menghubungiya.
Keesokan harinya Nila terbangun dengan kondisi yang sangat tak bergairah. Padahal hari itu hari pertama dia kuliah setelah beberapa hari liburan. Terdengan tante Nila memanggil Nila dari luar.
“Nila, ada telfon dari temenmu”, teriak tante Nila.
Nila menghampiri tantenya dan menerima telfon
“Hallo Nila.. Ini Dendi”, sapa suara di seberang. Nila kaget. Nila gak nyangka kalo’ Dendi yang menghubunginya.
“Iya mas. Ada apa?”, Tanya Nila lemas
“Kamu sudah pikirkan lagi keputusanmu? Kamu cabut lagi keputusnmu kan? Kenapa Nila? Kamu bahkan tidak mau bicara lagi sama aku. Apa salahku? Kenapa kamu diam saja? Kamu masih sayang kan sama aku?”
Nila hanya diam saja menahan dirinya agar tidak menangis.
“Nila. Kenapa kamu diam saja? Aku gak mau putus Nila”
“Mas, tolong ngertiin aku”, potong Nila. Nila sudah tidak bisa menahan tangisnya lagi. Dia terus nangis.
“Oke Nila. Aku beri kamu waktu. Aku tau ini bukan keinginanmu karena aku tau kamu pasti masih sayang sama aku. Aku tunggu besok malam. Aku telfon kamu. Kalo kamu angkat telfon aku, berarti kamu berubah pikiran dan kalo kamu tidak angkat telfon aku, berarti kita putus. Terima kasih Nila”, langsung ditutupnya telfon Dendi. Nila kaget karena Dendi tiba-tiba memutuskan pembicaraan. Nila lari menuju kamarnya, dia menangis terisak-isak di kamarnya.
*********
Keesokan harinya Nila bertemu dengan Kendra. Kendra menyapa Nila yang sedang melamun di kantin.
“Nila”, sapa Kendra, tapi Nila tidak menyadari sapaan Kendra.
“Hallo… Nila”, sapa Kendra kembali.
“Eh mas Kendra. Udah dari tadi disini?”, Tanya Nila kaget.
“Kamu kenapa? Kok ngelamun siang-siang gini? Masih mikirin yang kemarin?”, tanya Kendra.
“Gak pa-pa mas. Ya memang lagi mikirin itu.”, jawab Nila menutupi kesedihannya.
“Jadi kamu sudah ambil keputusan?”, Tanya Kendra.
“Nila bingung. Nanti malam aku harus memberikan kejelasan. Apa menurut mas Kendra keputusanku sudah benar?”
“Menurut aku tidak ada salahnya kamu memikirkan orang tua kamu. Aku tidak bisa memberikan solusi terbaiknya.”
“Terima kasih mas. Nila gak tau kenapa Nila malah cerita sama mas Kendra”,
“Iya sama-sama. Kamu masih ada kuliah?”, tanya Kendra
“Sudah gak ada. Kenpa mas?”
“Mau aku ajak makan bareng di luar? Kalo disini, aku gak enak sama mahasiswa. Kamu belum makan kan?”, ajak Kendra yang sebenarnya sangat ingin membantu Nila menghilangkan penatnya.
“Mas Kendra gak ada jam asisren dosen?”
“Gak ada. Ya udah deh. Ayo sekarang”, Kendra mengajak Nila makan di luar. Merekapun menuju salah satu resto dekat kampusnya. Nila benar-benar merasa hatinya lbih tenang dan sedikit bias relax. Pikirannya juga lebih fresh dan lebih bias mengambil keputusan dengan tenang. Nila merasakan hal itu.
“Mas Kendra, hari ini ada acara?”, Tanya Nila di sela-sela makan siangnya.
“Gak ada. Kenaapa?”, tanya Kendra
“Mama mas Kendra ada temennya di rumah?”, Nila semakin berbelit-belit bertanya.
“Iya. Adik sepupuku ada di rumah. Ada apa? Mau ke rumah?”
“Gak. Mas Kendra mau temenin Nila sampai malem disini? Sampai Dendi telfon. Aku gak mau bingung lagi dengan keputusanku. Bersama mas Kendra, aku jadi sedikit lebih tenang.”, pinta Nila pada Kendra. Kendra diam sejenak memandangi Nila.
“Kamu benar-benar ingin memutuskan hubunganmu dengan Dendi?”, tanya Kendra dengan pandangan sayu.
“Iya. Nanti malam dia pasti hubungi aku. Kalo aku angkat telfonnya, itu artinya aku cabut kembali keputusanku. Tapi jika aku diam saja, itu artinya aku tetap pada keputusanku. Aku sudah putuskan untuk diam karena aku ingin putuskan dia saja. Kalo aku nanti malam sendirian di rumah, aku gak akan sanggung membiarkan handphoneku terus-teruan berdring. Setidaknya ada mas Kendra yang nemenin aku hingga aku bias lupakan dia sejenak dan tidak ragu-ragu lagi dengan keputusanku”, kata Nila pada Kendra yang sedari tadi memandanginya.
“Kamu yakin aku orang yang tepat nemenin kamu disini”, tanya Kendra heran melihat Nila minta ditemani dirinya.
Nila malah kaget sendiri mendengar pertanyaan Kendra. Nila tersipu malu mengingat apa yang sudah dia lakukan. Tapi apa boleh buat, Nila saat itu sangat membutuhkan Kendra yang telah berhasil menghibur Nila dalam kesedihannya.
“Maaf mas Kendra. Itupun kalo mas Kendra bersedia. Nila juga gak maksa. Nila hanya sangat membutuhkan teman dan entah kenapa Nila bisa cerita sama mas Kendra. Mungkin karena hanya mas Kendra yang mengerti masalahku jadi aku minta mas disini”, jawab Nila sedikit ling lung.
“Ya udah aku temenin kamu disini. Sampai pagipun aku temenin. Gimana?”, Kendra megiyakan dengan bahsa guyonan agar suasana tidak terlalu keruh.
Malam itupun Nila di pantai itu bersama Kendra.  Malam itu Nila sengaja tidak mematikan handphonenya. Tepat jam 8 malam, handphone Nila berbunyi. Dendi menghubungi Nila. Nila kaget mendengar Handphonenya bordering.
“Mas, ini pasti Dendi”, kata Nila pada Kendra. Nila merogoh handphonenya di dalam tas and ternyata benar itu dari Dendi. Nila memberikan handphonenya pada Kendra.
Dia diamkan saja handphonenya bordering karena keputusannya sudah bulat, dia ingin mengakhiri hubungannya dengan Dendi. Nila merasa ingin mengangkat telfon itu, tapi keputusannya itu adalah terbaik untuknya dan untuk Dendi.
“Nila..”, sapa Kendra pada Nila ketika melihat Nila merunduk. Kendra mengangkat wajah Nila dan ternyata Nila meneteskan air mata. Kendra menyandarkan kepala Nila di bahu Kendra tanpa ada kata-kata apapun dari Nila. Setelah lima kali bordering, handphonenya sudah tidak bordering lagi. Nila tetap saja menangis.
“Mas. Aku perempuan yang egois mas. Aku sudah lakukan hal bodoh dalm hidupku yang sudah menghancurkan hatiku sendiri”, kata Nila terbata-bata karena tangisannya.
“Nila, sudah ya. Semuanya sudah kamu putuskan, kamu tidak usah menyesalinya. Ingat, masa depan kamu masih panjang. Jangan pernah menyerah”, Kendra selalu member semangat pada Nila. Kendra akhirnya mengantar Nila pulang. Dalam perjalanan, Nila tertidur sangat pulas. Kendra memandang wajah dengan paras cantik itu. Dibelainya pipi Nila saat Nila tertidur dan karena lelapnya tidur, Nila tidak sadar Kendra membelainya.

“Nila.. segitu besarkah rasa cintamu pada Dendi? Aku sungguh bangga sama kamu Nila. Aku korbankan perasaanmu demi keluargamu. Padahal kamu sangat mencintai Dendi. Bahkan kamu sampai menangis seperti ini”
************
Pagipun datang. Nila terbangun dari tidurnya. Nila kaget sudah ada di kamar dan tidak dikenalinya itu kamar siapa. Nila mencoba keluar mencari tahu rumah siapa itu. Nila kaget melihat Kendra tidur di sofa ruang keluarga.

“Mas Kendra?”, kata Nila lirih. Nila menghampiri Kendra. Nila memandangi Kendra.
“Aku sudah merepotkan mas Kendra. Sampai-sampai dia tidur di luar begini. Terima kasih mas Kendra”, pekik Nila dalam hati.
Kendra terbangun dan melihat Nila sudah ada disampingnya.
“Eh, Nila. Kamu sudah bangun?”, tanya Kendra yang baru saja terbangun. Nila kaget tiba-tiba Kendra tebangun saat Nila sedang memandangi Kendra. Nila jadi salah tingkah.
“Maa f ya tadi malam aku gak antar kamu ke rumah. Semalam kamu gak mau di ajak pulang sampai kamu tertidur di pantai. Aku gak enak sendiri sama keluarga kamu jik antar kamu pulang malam seperti itu. Maaf ya”, kata Kendra meminta maaf karena sudah diam-diam membawanya ke rumahnya.
Nila teringat Dendi lagi dan sedih karena kat-kata Kendra barusan juga sama sepeerti yang pernah di alaminya dengan Dendi.
“Nila, kamu marah sama aku?”, tanya Kendra yang melihat Nila hanya diam saja.
“Oh gak kok mas. Justru Nila ucapin terima kasih banyak sama mas Kendra udah bantu Nila. Makasih ya”, kata Nila pada Kendra berusaha menyembunyikan kesedihannya.
“Ya udah mas, Nila mandi dulu deh”, Nila langsung beranjak ke kamar dan diam-diam dia menangis di kamar itu. Nilapun mandi karena dia merasa tidak enak jika lama-lama disitu. Setelah Nila mandi, Nila keluar rumah dan ingin berpmitan pulang. Saat keluar dari kamar, Nila melihat mama Kendra sedang berada di taman belakang yang terlihat dari kamar tempat Nila tidur.
“Selamat pagi tante”, kata Nila menghampiri mama Nila.
“Eh Nila. Sudah tadi bangunnya?”, Tanya mama Dendi yang sumringah melihat Nila.
“Iya tante. Maaf ya tante, tadi malam”
“Iya gak pa-pa. Kendra sudah cerita sama tante.”
Nila semakin merasa malu. Merekapun agak lama berbincang dan Kendra menghampiri.
“Lagi menikmati udara pagi berdua ya? Kendra gabung”, kata Kendra memeluk mamanya
“Pagi ma.. Mama sehat kan?”, tanya Kendra memanjakan mamanya. Nila iri melihat kedekatan mereka. Bahkan Nila bias dibilang sangat jarang seperti itu karena kedua orang tuanya selalu sibuk.
“Andai mamaku bisa sepengertian dan seperhatian mama Kendra”, pekik Nila dalam hati.
“Hallo… kok ngelamun”, sapa Kendra melambaikan tangan di depan wajah Nila.
“Eh.. Iya. Ada apa mas Kendra?”, tanya Nila kaget
“Pagi-pagi ngelamu”, kata Kendra.
“Iya maaf. Oh iya, Nila mau pamit tante. Sudah tadi mau pamit tapi masih ngobrol dulu sama tante.”, kata Nila mengalihkan pembicaraan Kendra.
“Tunggu dulu. Kita sarapan bareng-bareng. Sekali-kali Nila sarapan sama tante”, kata mama Kendra
“Tapi tante?”, kata Nila yang merasa tidak enak hati pada mama Kendra.
“Udah gak pa-pa. Kamu gak ada jadwal kuliah kan sekarang?”, kata Kendra membujuk Nila agar mau sarapan bersama. Nila tak bias cari alas an lain. Akhirnya Nila sarapan disana. Setelah sarapan Kendra mengantar Nila pulang. Sejenak di rumah Kendra, Nila sudah sedikit bisa melupakan masalahnya. Nila lalui hidup barunya tanpa seorang Dendi. Meskipun berat rasanya bagi Nila, dia tetap berusaha. Namun usahanya sangat sulit. Meski Nila sudah berusaha keras, tetapi perasaan Nila tetap tidak bisa di bohongi.
********
Karena masalah Nila yang cukup menyita waktu Nila, Nila sampai tidak sempat ingat hari ulang tahunnya. Hari itu Nila ulang tahun. Nila tidak menyadari kalo hari itu ulang tahunnya. Nila berangkat ke kampus seperti biasa. Begitu sampai di kelas, Nila melihat kelasnya kosong. Tak ada seorangpun disana. Nila bingung. Setahu dia tidak ada info hari itu kuliah di liburkan. Nila membalikkan badan ingin mencari info tapi tiba-tiba Nila kaget semua teman-temannya sudah di belakangnya dan berteriak “Surprise”, nila kaget karena dia sendiri lupa hari ulang tahunnya. Hari itu menjadi hari yang sangat heboh. Dan dari belakang Niken membawakan kue untuk Nila.

Sungguh sangat senang Nila bisa merayakan ulang tahunnya bersama temannya di kampus meskipun hatinya saat itu sedang kalut. Kebetulan hari itu Kendra yang akan mengisi kuliahnya. Sewaktu Kendra masuk kelas, Kendra kaget kelasnya gaduh. Teman-teman Nila terdiam ketika Kendra masuk kelas. Niken menghampiri Kendra.
“Maaf mas Kendra. Hari ini kami bikin gaduh disini. Kami sengaja karena hari ini hari ulang tahun Nila.”, kata Niken meminta maaf akan ulahnya.
“Lanjutkan aja”, kata Kendra dan Kendra keluar kelas.
“Mas Kendra”, teriak Nila begitu melihat Kendra akan keluar. Kaki Kendra terhenti dan menoleh ke Nila.
“Mas Kendra ikut saja disini. Ikut rayakan ulang tahun Nila. Mas Kendra kan sudah seperti temen Nila sendiri”, bujuk Nila pada Kendra yang di penuhi sorak teman-temannya. Kendrapun menyetujui dan ikut merayakannya. Suasana sangat riuh. Kendra sejenak terdiam melihat Nila yang terlihat sangat senang.
Syukurlah kamu sudah bisa tertawa lagi Nila”, pekik Kendra dalam hati.

Tanpa ada yang menyadari Niken melihat Kendra yang menatap Nila penuh arti.
“Oke sekarang potong kuenya. Nila ayo potong kuenya”, kata salah satu temannya yang menyodorkan pemotong kue dan piring pada Nila.
“Eits tunggu”, kata Nila mencegah Nila memotong kue.
“Gak seru dong kalo Nila potong kue sendiri. Harus ada yang nemenin”, kata Niken sambil lirak-lirik mencari seseorang yang pantas menemnani Nila dan lirikannya berhenti pada Kendra.
“Mas Kendra deh yang nemenin Nila potong kuenya. Mau kan mas?”, Niken memohon pada Kendra agar bersedia menemani Nila potong kue. Kendra akhirnya bersedia menemani karena tidak ada pilihan lain. Nila memotong kuenya dengan Kendra. Kue pertama dia berikan pada Kendra. Sontak semua temannya bersorak ramai. Dan kue kedua untuk Niken. Karena acara ulang tahun ini, perkuliahan Kendra di liburkan dengan dig anti dengan tugas. Merekapun bisa cepat pulang. Ketika semua sudah pulang dan Nila juga beranjak pulang, Kendra memanggil Nila.
“Nila, bisa tunggu sebentar?”, tanya Kendra pada Nila yang tadinya sudah mau pulang.
“Boleh saya antar pulang?”, tanya Kendra.
“Bukannya mas Kendra masih waktunya kerja ya?”, tanya Nila
“Sebetulanya iya. Tapi aku pengen ngajak kamu makan untuk merayakan ulang tahun kamu”, kata Kendra mengajak Nila keluar. Nila mengiyakan ajakan Kendra. Tapi menuju mobil Kendra, seorang perempuan memanggil Nila.
“Nila..”, sapa seorang cewek yang menghampiri. Nila awalnya tidak mengenali cewek itu dari jauh.
“Kak Mimi. Lama gak ketemu. Gimana kabarnya?”, Tanya Nila pada Mimi. Mimi adalah teman baiknya. Mimi adalah orang pertama yang Nila kenal di Jakarta dan menjadi teman baiknya sejak saat itu. Sejak liburan, Nila belum pernah bertemu Mimi.
“Kabarku baik. Kamu sendiri gimana?”, tanya Mimi
“Aku baik-baiksaja kak’”, jawab Nila dengan sedikit berat hati.
“Eh… Happy Birthday ya.. kamu ulang tahun kan?”, kata mimi sambil menyodorkan kado untuk Nila.
“Makasih ya kak. Kok repot-repot ngasih hadiah gini sih”, Nila senang menerima kado itu.
“Nila,. Ada satu kado lagi”, kata mimi sambil menyodorkan kado berwarna hijau.
“Kok sampai dua sich. Kak Mimi kok repot-repot gini?”
“Bukan dari aku Nila. Ini dari Dendi”, kata mimi lirih
“Dendi?? Kapan dia ketemu kak Mimi?”, Tanya Nila bingung.
“Kamu tau? Pas ulang tahunmu kemarin dia ke Jakarta. Dia cari kamu di rumahmu tapi kamu g ada. Dia nunggu kamu di depan rumahmu tapi kamu gak datang-datang. Dia hubungi kamu tapi kamu tetap tidak bisa dihubungi. Akhirnya dia menemuiku. Kamu dulu pernah hubungi dia pake handphoneku kan? Dia hubungi aku dan dia titip kado ini untuk kamu”
Nila diam dan tak terasa air matanya menetes. Kendra tidak bisa berbuat apa-apa karena saat itu ada Mimi.
“Nila, kamu masih sayang sama dia kan? Kenapa harus kamu putusin?”, Tanya Mimi.
“Sudah lah kak, gak usah ungkit itu”, kata Nila lemas
“Dia titip pesan. Dia bilang setelah dia antar surat ini, dia langsung berangkat ke Singapore. Dia akan ada disana mungkin dalam waktu yang cukup lama”.
Nila jadi semakin sedih. Tangisannya semakin tak terbendung.
“Berarti aku sudah g bisa perbaiki semuanya. Sudah terlambat. Sudah lah, kenapa aku masih bicara seperti itu? Aku akan mulai hidup baruku. Makasih ya kak”, kata Nila pada mimi.
“Ya sudah, aku duluan ya. Kamu baik-baik”, mimi meninggalkan Nila dan Kendra.
“Nila..”, sapa Kendra yang melihat Nila berdiri termenung. Kendra mengajak Nila masuk mobil.
“Nila kamu gak pa-pa?”, tanya Kendra khawatir akan kondisi Nila.
“Iya gak pa-pa mas. Maafin Nila”, kata Nila sambil mengusap air matanya.
“Kamu aku antar pulang ato gimana?”, kata Kendra menawarkan karena Kendra tidak mau Nila terus bersedih.
“Terserah mas Kendra saja. Nila gak mau pulang. Kalo Nila pulang, Nila semakin ingat Dendi,” kata Nila. Kendra mengajak Nila ke bukit.
“Nila, bener kamu baik-baik saja?”, Kendra memastikan kondisi Nila. Nila diam menatap alam luas. Hingga terdengar suara lirih Nila.
“Ini akhir dari cinta kita. Aku harus bisa terima semuanya. Aku harus lanjutkan hidupku”, kata Nila meyakinkan dirinya. Nilapun menikmati indahnya bukit dengan berusaha tidak bersedih lagi.
******
Sudah 3 bulan Nila tidak pernah ada kabar dari dendi. Nila juga belum memiliki pengganti Dendi karena Nila masih di baying-bayangi wajah Dendi. Meskipun Kendra yang selalu bisa menghiburnya selama ini, namun Kendra belum bisa menggantikan Dendi di hati Nila. Apalagi sudah satu bulan lebih Nila juga tidak pernah bertemu dengan Kendra karena Kendra harus ke luar kota dalam waktu yang cukup lama. Tidak ada lagi yang bisa menemani Nila saat ia ingat Dendi. Kendra bahkan hanya dia anggap kakak Nila. Telfon rumah Nila bordering. Nila langsung mengangkatnya.
“Nila, ini kakak”, kata perempun di seberang. Kakak Nila yang menghubungi Nila.
“Kakak. Kakak ada dimana?”, Nila sangat senang mendengar suara kakak Nila.
“Kakak ada di rumah. Kamu apa kabar?”, kata kakak Nila
“Baik kak”, jawab Nila singkat’
“Kamu jangan bohong. Aku tahu kamu sudah lama putus sama Dendi. Nuri cerita sama kakak”, Nila diam saja mendengar kakaknya malah kembali mengungkit Dendi.
“Nila lakukan yang terbaik untuk keluarga kak”, kata Nila.
“Tapi tidak dengan menyakiti dirimu sendiri. Kamu piker mama papa akan senang melihat anaknya sedih terus?”, kakak Nila menasehati Nila bahwa yang Nila lakukan telah salah.
“Kemarin tante telfon mama. Dia bilang kamu sering uring-uringan disana. Mama tanya sama kakak ada apa sama kamu”
“Trus kakak jawab apa?”
“Kakak ceritakan semua masalah kamu”, kata kakak Nila yang sudah menceritakan semua masalah adiknya itu pada mamanya.
“Kakak apa-apaan sich? Ngapain kakak crita-crita sama mama?”, tanya Nila kesal.
“Udah lah kamu gak usah marah. Kalo kakak gak crita, kamu gak akan bisa baikan lagi sama Dendi”, kata kakak Nila dan Nila kaget mendenngarnya.
“Maksud kakak? Mama sama papa ngijinin Nila deket sama Dendi? Mereka merestui Nila?”, tanya Nila kegirangan.
“Iya adekku saying”, jawab kakak Nila.
“Terima kasih ya kak”, Nila berterima kasih pada kakaknya sambil jingkrak-jingkrak. Nila masih belum percaya hubungan Nila akan direstui. Itu artinya masih ada kesempatan bagi Nila untuk bisa baikan lagi dengan Dendi. Dalam kegirangannya, ada seseorang mengetuk pintu. Nila membukakan pintu dan ternyata Kendra yang dating.
“Mas Kendra?”, Nila malah langsung memeluk Kendra yang baru saja datang.
“Nila seneng banget hari ini mas Kendra datang, surprise banget, apalagi Nila juga baru aja dapet kabar dari kakak Nila kalo masalah keluarga Nila sama keluarga Nila sudah tidak jadi penghalang hubungan Nila lagi”, kata Nila senang.
“Eh, Nila sampai lupa. Ayo mas masuk”, kata Nila yang sampai lupa mempersilahkan Kendra duduk.
“Jadi gimana ceritanya?”, tanya Kendra kemudian.
“Kakak ceritakan semua masalah Nila dengan Dendi dan Mama sama Papa gak akan ganggu hubungan Nila. Poko’nya ceritanya panjang deh mas”, saking senangnya Nila sampai tidak begitu mempedulikan Kendra. Tapi akhirnya dia sadar di sebelahnya adalah Kendra yang baru saja dating.
“Mas Kendra kapan datang?”, tanya Nila menyadari Kendra disampingnya.
“Aku baru saja datang. Ini dari bandara langsung kesini”, kata Kendra.
“Belum pulang ke rumah? Gak kangen sama mamanya mas Kendra”, kata Nila.
“Justru aku lebih kangen sama kamu, makanya aku langsung kesini”, kata Kendra yang dianggap hanya gurauan Kendra pada Nila.
“Alah mas Kendra gombal. Bawa oleh-oleh gak buat Nila?”, tanya Nila.
“Pasti dong. Ini oleh-oleh buat kamu”, kata Kendra sambil mengambilkan bingkisan dari tasnya.
“Makasih ya mas”, kata Nila sambil membuka bingkisan itu. Sebuah gaun berwarna hijau  dan tas berwarna hijau.
“Makasih yam as. Kok tahu aku suka warna hijau? Semuanya serba hijau”, Nila sangat senang dengan pemberian Kendra.
“Aku kan pemuja rahasia kamu”, kata Kendra sambil tersenyum. Dan lagi-lagi Nila tak menganggap omongan kendra itu serius. Kendra pamitan setelah cukup lama ngobrol sama Nila.
******
Malam setelah Nila dapat kabar dari kakaknya, dan setelah Kendra pulang, Nila menghubungi Nuri untuk mencari  tahu keberadaan Dendi, karena Nila ingin memperbaiki hubungan Nila.
“Nuri? Ini Nila”, sapa Nila pada Nuri yang sudah lama tidak berkomunikasi.
“Nila? Kemana aja selama ini? Kenapa kamu ngilang gitu aja”, tanya Nuri yang juga sudah sangat merindukan Nila.
“Ceritanya panjang Nila. Mas Dendi mana?”, Nila langsung menanyai Dendi
“Mas Dendi lagi keluar Nila. Tumben kamu nanya’ mas Dendi?”
“Berarti dia udah datang dari Singapore?”,
“Iya. Kok kamu tahu kalo mas Dendi ke Singapore?”, tanya Nuri heran.
“Ah, ceritanya panjang deh. Ntr kalo aku pulang, pasti aku ceritakan. Nuri kamu bisa bantu aku gak?”, tanya Nila merengek?
“Ada apa? Ni baru telfon udah minta bantuan”, kata Nuri mengejek
“Kamu mau gak bantu aku baikan lagi sama Dendi? Mau ya Nuri. Please mau ya..”, rengek Nila pada Nuri.
“Nila? Kamu serius? Masalah yang dulu kamu ceritakan gimana?, tanya Nuri bingung dengan temannya itu.
“Semuanya sudah beres. Aku gak bisa ngelupain mas Dendi. Aku sayang sama dia Nuri.”, Nila merengek merayu Nuri agar dia bisa bantu Nila.
“Tapi…”
“Gak usah pake’ tapi deh… Mau ya”, kata Nila memotong pembicaraan Nuri.
“Nila aku gak janji aku bisa”, kata Nuri ragu
“Terserah kamu deh gimana caranya. Makasih ya Nuri. Aku buru-buru nih ada acara, kita sambung lagi besok”, Nila langsung saja memutus saluran telfonnya tanpa denger penjelasan Nuri. Nuri bingung gimana caranya ngomong sama Dendi sedangkan Nuri sudah tau sendiri Dendi sudah menemukan wanita lain.
*********
Nila pagi-pagi berangkat ke kampusnya. Kini dengan wajah yang sumringah. Di jalan menuju kampus, Nila bertemu dengan Kendra dan Kendra mengajaknya berangkat bersama. Ketika Kendra sedang keluar sebentar, Nila menemukan bingkisan kecil di mobil Kendra dan bertuliskan I Love Nila dan di dalamnya adalah sebuah kalung dengan Liontin yang sangat cantik. Nila kaget melihat kado itu. Langsung dia kembalikan lagi kado itu sebelum Kendra masuk. Akhirnya Nila baru menyadari kalo Kendra sebenarnya jatuh hati pada Nila.
“Lama ya nunggunya?”, tanya Kendra.
“Oh gak kok”, Nila jadi gugup di hadapan Nila. Nila tidak pernah menyangka Kendra menyukainya. Nila mengingat kembali apa saja yang Kendra katakana kemarin bukanlah gurauan. Itulah kenyataannya.
“Mas Kendra, Nila minta maaf mas. Mungkin Nila sudah menyakiti mas Kendra kemarin. Nila minta maaf mas. Nila masih belum bisa melupakan Dendi. Nila masih sayang sama dia”,
Nila menundukkan kepala dan hanya diam saja di dalam mobil
“Kok diam? Kan masalahmu sudah selesai. Kamu kan bisa baikan sama Dendi, udah dapet restu juga. Kok masih terlihat sedih?”, tanya Kendra yang sebenarnya menutupi perasaannya. Nila memandang Kendra yang sedang menyetir mobilnya.
“Mas Kendra, disaat sakit seperti ini, mas Kendra masih bisa tersenyum? Maafin Nila mas Kendra”, pekik Nila dalam hatinya saat memandang Kendra.
“Hallo Nila. Kok malah mandangin aku sich? Jangan bilang kamu berubah pikiran dan jatuh cinta sama aku”, kata Kendra bergurau.”
“Hmm.. gak pa-pa kok mas. O ya, mas Kendra gak balik lagi ke luar kota, udah selesai tugasnya?”, tanya Nila mengalihkan pembicaraan.
“Mungkin besok aku kembali ke luar kota, ada yang ketinggalan disana. Aku pulang kesini karena kemarin aku punya rencana untuk melamar seseorang, tapi ternyata aku sudah telat. Jadi aku besok ke luar kota lagi dan mungkin aku akan tinggal disana untuk sementara waktu. Mama disini di temenin adek sepupuku”, Kendra menceritakan tujuannya pulang. Kendra mengira Nila tidak tahu kalo perempuan itu adalah Nila.
“Mas Kendra tenang aja ya. Pasti mas Kendra bisa dapetin yang lebih baik”, Nila pura-pura tidak mengerti siapa yang sebenarnya Kendra ceritakan.
“Aku harap seperti itu. Mudah-mudahan aku bisa lupa dengan perempuan itu. Aku khawatir aku akan sulit melupakannya seperti pengalamanmu yang tidak bisa melupakan Dendi”, Nila terkejut.
“Sebesar itukah perasaan mas Dendi sama aku? Apa yang harus aku lakukan? Aku bener-bener minta maaf mas Kendra. Aku gak bisa”
“Mas Kendra sendiri yang sering menasehatiku untuk terus belajar melupakan sesuatu yang tidak bisa kita punya. Iya kan?”, kata Nila
“Iya kamu benar. Sekarang aku rasakan apa yang pernah kamu rasakan Nila. Ternyata sangat menyakitkan menerima suatu kenyataan pahit”, Hati Nila miris setelah mendengar cerita Kendra yang sangat mencintai Nila. Tapi Nila tidak bisa membalasnya. Nila masih ingin memperbaiki hubungannya dengan Dendi. Sesampainya di kampus, Nila ingin segera masuk ke kelas tapi dia urungkan niatnya terlebih dahulu. Dia kembali menemui Kendra.
“Mas Kendra, meskipun mas Kendra akan lama ada di luar kota, jangan pernah lupa sama aku ya. Mas Kendra sering-sering hubungi aku”, kata Nila pada Kendra.
“Pasti lah. Nanti aku kabari”, kata Kendra kemudian.
Nila menuju kampus dan perasaannya masih bingung dan tak habis piker, ternyata Kendra sangat mencintai Nila.
******
Nila sudah tidak sabar ingin mendengar kabar dari Nuri. Nila hendak menghubungi Nuri, tapi handphonenya terlebih dahulu bordering.
“Halo, dengan siapa?”, kata Nila pada penelpon yang tidak diketahui nomornya.
“Nila ya?”, Tanya cowok diseberang
“Iya, ini dengan siapa? Ada perlu apa?”, tanya Nila tidak mengenali suara Dendi.
“ini Dendi nila”. Nila kaget mendengar suara di seberang. Seorang pria yang sangat di rindukannya.
“Mas Dendi?? Apa kabar mas? Mas Dendi ada dimana sekarang?”, tanya Nila kegirangan seperti saat dia sangat merindukan Dendi sebagai pacarnya dulu.
“Aku ada di rumah sekarang. Kamu apa kabar?”, sapa Dendi.
“Baik mas. Udah lama ada di rumah?”
“Iya. Udah 1 tahun kita gak pernah ketemu. Udah seperti apa Nila sekarang?”, tanya Dendi
“Ya seperti dulu. Seperti Nila yang pernah mas Dendi kenal”
“Q telfon kamu karena aku mau ngomong sesuatu sama kamu dan sekaligus minta ijin lah”, kata Dendi dengan nada suara yang pelan.
“Ijin apa kak”, Tanya Nila penasaran
“Aku mau tunangan”
Deg…… Nila kaget mendengarnya. Sejenak tak ada kata-kata yang keluar dari mulut Nila. Tanpa ia sadari air matanya menetes dalam diamnya.

“Tunangan? Sama siapa?”, Tanya Nila seolah tak ada beban di hatinya. Nila menahan tangisnya agar tidak terdengar Dendi.
“Sama Dara. Aku bertemu dia di Singapore. Gak pa-pa kan?”, tanya Dendi yang sudah tanpa beban menceritakan pertunangannya pada Nila.
“Kenapa harus minta ijin sama aku? Ya gak pa-apa lah. Selamat ya..”, dengan berat hati Nila mengucapkan selamat pada Dendi sambil menahan tangisnya. Suara Nila terdengar serak karena menahan tangis.
“Kapan acara lamarannya?”, tanya Nila basa basi
“Hari minggu besok. Do’ain mudah-mudahan lancar. Aku gak mau gara-gara masa lalu kita dulu membuat kita jadi bermusuhan. Aku sudah bisa fahami keputusanmu dulu. Dan kado ulang tahun itu, itu adalah yang menyadarkanku kalo waktu itu terakhir aku mengenangmu dan aku harus terima jika aku memang harus berpisah dengan kamu. Meski sekarang masih ada sedikit memory yang sulit kulupakan. Mudah-mudahan Dara bisa membantuku melupakanmu seutuhnya. Ya sudah lah. Itu masa lalu. Aku tidak akan memaksa kamu untuk datang ke acara lamaranmu, tapi jika kamu mau datang, silahkan karena keluarga kamu di undang oleh keluargaku. Ya sudah ya”, kata Dendi. Nila tak menjawab. Nila sibuk menahan tangisnya.
“Nila”, sapa Dendi pada Nila yang tak kunjung bicara.
“Oh iya mas. Mudah-mudahan langgeng”
“Terima kasih”, jawab pria di seberang sana dan langsung terputus pembicaraan mereka.
Nila menangis mendengar kabar itu yang di kabarkan oleh Dendi sendiri. Nila menangis meratapi dirinya yang sudah terlanjur mengambil keputusan bodoh di masa silam sampai menghancurkan dirinya sendiri. Nila terus saja menangis di dalam kamarnya.
*****
Esok harinya Nila pulang ke Bogor karena dia sangat membutuhkan teman waktu itu. Tidak mungkin Nila mencari Kendra dan menceritakan masalahnya itu karena Nila sudah tahu Kendra mencintainya. Akhirnya nila putuskan untuk pulang. Begitu sampai di rumah, kakak Nila membukakan pintu dan Nila langsung merangkul kakaknya dan menangis.
“Kakak sudah tahu ceritanya Nila. Kamu sabar ya. Masih banyak cowok yang bisa menggantikan Dendi di hati kamu”, rayu kakak Nila berusaha menenangkan Nila yang sedang kalut.
“Nuri menemui kakak. Dia minta maaf tidak bisa bantu kamu. Waktu kamu telfon Nuri, dia ingin menceritakan yang sebenarnya, tapi kamu tidak memberikan dia kesempatan untuk menceritakan semuanya. Dia minta maaf tidak bisa membantu”, kata kakak Nila.
“Ke kamar saja yuk. Nanti kalo papa tahu kamu sampai seperti ini, nanti papa marah. Jadi kamu jangan sampai tampakkan kesedihanmu di depan papa. Kakak sudah bilang sama mama dan papa kalo kamu sudah punya pacar di Jakarta dan sudah melupakan Dendi. Ayo ke kamar sekarang sebelum papa datang”, ajak kakak Nila dan langsung membawa Nila ke kamar. Nila diam saja di kamar. Sesekali dia keluar menemui mama dan papanya agar tidak timbul curiga. Esok harinya Nila meminta Nuri menemuinya di pantai tempat pertama kali Nila dan Dendi jalan-jalan.
*****
Nila sudah tiba di pantai, tapi Nuri belum juga datang. Beberapa menit kemudian Nuri datang. Nila langsung merangkul Nuri dan menangis di pundaknya.
“Kamu tau Nuri? Sangat sulit untuk melupakan semuanya. Dalam satu tahun ini aku sudah sangat berusaha melupakan Dendi, tapi gak bisa Nuri meskipunada seseorang yang udah deket dengan aku tapi tetap Dendi yang aku cinta”, kata Nila terisak melontarkan merasaannya pada Nila.
“Nila, kamu yang sabar ya. Aku minta maaf gak bisa bantu kamu. Keluarga mas Dendi sudah menyiapkan semuanya, gak mungkin aku yang menghancurkan acara itu. Yang ada malah semakin menjadi masalah”, Nuri mengusap air mata Nila yang tak bisa dibendung lagi.
“Keputusan bodoh dalam hidupku adalah meninggalkan Dendi. Aku adalah wanita yang sangat bodoh”, Nila selalu menyalahkan dirinya sendiri karena keputusannya memutuskan hubungannya dengan Dendi.
“Kamu tenang ya. Aku yakin kamu akan secepatnya melupakan mas Dendi”, kata Nuri menenangkan Nila dalam rangkulannya. Nuri tidak tega melihat sahabatnya menangis seperti itu. Nuri menemani Nila sampai merasa sangat tenang. Nuri mengantarkan Nila pulang. Nuri khawatir Nila berbuat nekad jika dia ditinggal sendiri.
*****
Keesokan harinya Nila kembali ke pantai itu. Entah kebetulan atau gimana, Nila bertemu kendra disna.
“Nila. Kamu pulang?”, tanya Kendra yang sedang sendirian di pantai.
“Mas Kendra? Jadi mas Kendra selama ini ada di Bogor?”, Tanya Nila terkejut.
“Iya Nila. Aku memang gak pernah cerita sama kamu. Kamu nangis?”, tanya Kendra setelah melihat mata Nila sembab. Nila diam dan menarik nafas panjang berusaha untuk tidak menangis lagi.
“Nila, ada apa lagi? Bukankah masalahmu dengan Dendi sudah bisa diatasi?” tanya Kendra bingung. Nila menggeleng dan sudah tak kuasa lagi menahan tangisnya. Air mata Nila menetes dan Nila merangkul Kendra dan menangis dalam rangkulan Kendra.
“Dendi sudah tunangan mas”, kata Nila dalam rangkulan Kendra. Kendra semakin erat merangkul Nila begitu mendengar Nila tidak bisa baikan lagi dengan Dendi. Padahal Kendra tahu betapa Nila mencinta Dendi.
“Mungkin memang ini yang terbaik untuk kamu Nila. Sudah lah, kamu harus terima semua itu. Ingat, dulu yang memutuskan untuk putus itu kamu, jadi tidak bisa kita menyalahkan siapa-siapa. Gak ada yang perlu disalahkan. Sudah ya”, Nila sedikit bisa tenang dirangkul Kendra.
“Mas Kendra mau ikut Nila?”, tanya Nila pada Kendra setelah sedikit tenang.
“Kemana?”
“Mas Kendra ikut ke rumah Nila. Nila bilang sama papa kalo Nila sudah bisa melupakan Dendi dan Nila sudah punya pacar lagi. Kalo Nila bilang masih mengharapkan Dendi, papa pasti akan menemui Dendi. Mas Kendra mau pura-pura jadi pacar Nila?”, tanya Nila pada Kendra. Kendra hanya mengangguk mengiyakan permintaan Nila. Saat itu pula Nila mengajak Kendra ke rumah Nila.
******
Sesampainya di rumah, Nila langsung memanggil mama papanya untuk mengenalkan Kendra sebagai pacarnya.
“Pa, ma.. Ini pacar Nila. Papa mama udah percaya kan kalo Nila udah bisa ngelupain Dendi”, kata Nila memperkenalkan Kendra pada papanya.
“Kendra Ini asisten dosen Nila di kampus”, sambung Nila. Papa dan mama Nilapun berkenalan.
“Kalo gitu kamu ikut saja nanti malam ke acara pertunangannya Dendi”, kata papa Nila. Nila dan Kendra kaget. Kendra tahu pasti Nila tidak akan kuasa melihat Dendi bersama wanita lain.
“Tapi Pa”,
“Nila… Buktikan dong kalo kamu udah bisa lupakan Dendi. Poko’nya papa gak mau tahu. Kamu sama Kendra ikut Papa nanti malam. Dendi sudah tunangan, masa’ anak Papa gak mau ngenalin calonnya juga sama temen-temen papa? Udah, nanti malam kamu harus dandan yang cantik, jangan mau kalah sama pengantinnya”.
Nila tidak bisa menolak permintaan Papanya. Papa Nila adalah sosok yang keras. Dan tidak ada yang bisa membantahnya. Pertunangan Dendi akan diadakan di rumah Nuri. Papa Nuri sengaja mengundng Papa Nila karena papa Nila adalah teman baiknya sejak dulu. Dan berkat Papa Nuri, masalah papa Nila dengan keluarga Dendi membaik. Kendra juga tidak bisa menolak, karena dia tidak tega melihat Nila sendirian dalam kepiluannya.
*****
Jam sudah menunjukkan jam 5 sore. Nila masih duduk di taman belakang sendirian.
“Nila. Kenapa kamu masih disini? Ayo cepat dandan. Sebentar lagi kita berangkat. Ingat dandan yang cantik”, kata Papa Nila. Di belakang papa Nila Kendra datang dan menghampiri Nila.
“Om”, sapa Kendra pada Papa Nila.
“Eh nak Kendra sudah datang. Bujuk Nila biar cepat bersiap”, pinta Papa Nila pada Kendra untuk membujuk Nila.
”Nila ayo cepat, Kendra sudah datang”. Kendra menghampiri Nila.
“Aku tahu ini sangat sulit buat kamu. Posisimu sangat sulit sekarang. Sebaiknya kamu cepat bersiap-siap”, kata Kendra dan Nilapun bersiap-siap. Kendra menunggu Nila di ruang tamu bersama Papa Nila dan Mama Nila. Nila tak juga keluar. Kakak Nila menyusul Nila yang lama di kamarnya.
“Nila, kamu cantik banget”, puji kakak Nila setelah melihat adiknya sangat cantik dengan balutan gaun hijau. Kendra terpukau melihat Nila yang terlihat sangat cantik dengan gaun itu. Dan gaun itu pemberian dari Kendra.
“Anak mama cantik banget”, puji Mama Nila.
“Ma, Nila sama mas Kendra aja ya. Kan kakak sama tunangannya, jadi Nila bawa mobil sendiri juga sama mas Kendra”,
“Ya udah gak pa-pa”, kata mama Nila. Merekapun berangkat dengan mobil masing-masing. Sebelum berangkat,Kendra membukakan pintu mobilnya dan mengingatkan Nila pada Dendi. Dia terdiam dan tidak cepat masuk.
“Nila. Ayo”, ajak Kendra menyuruh Nila segera masuk mobil. Nila masuk mobil sambil menahan air matanya yang hampir menetes.
“Nila. Kamu terlihat sangat cantik mala mini. Oh iya, biar terlihat tambah cantik, aku punya sesuatu buat kamu”, Kendra mengambilkan Nila sesuatu dan ternyata yang pernah Nila liat. Kendra memakaikan kalung itu di leher Nila.

“Tu kan. Kamu terlihat semakin cantik dengan kalung itu”, kata Kendra memuji Nila yang terlihat sangat cantik.
“Ini buat Nila?”, Nila pura-pura tidak tahu mengenai kalung itu. Kendra juga tidak memperlihatkan bungkus dari kalung itu yang bertuliskan I Love Nila.
“Iya. Itu buat kamu. Tadinya itu buat perempuan yang pernah ingin aku lamar, yang pernah aku ceritakan dulu. Tapi kalung itu pantas buat kamu yang cantik. Itu buat kamu. Gak pa-pa kan?”, kata Kendra menutupi kenyataan sebenarnya.
“Gak pa-pa kok mas. Makasih ya”, Mereka berangkat menuju rumah Nuri. Sesampainya di rumah Nuri, Nila keluar dengan didampingi Kendra. Begitu Nuri tahu Nila datang, Nuri langsung menghampiri Nila dan mengajaknya berbicara berdua. Nila menanyakan cowok yang bersamanya. Nila menjelaskannya dan Nila mempunyai permintaan terakhir pada Nuri.
“Nuri, kamu mau bantu aku kan? Ini permintaan tolonngku yang terakhir. Aku minta tolong sampaikan sama Dendi kalo aku sangat mencintainya. Dan aku sayang banget sama dia. Ini permintaan terakhirku Nuri”, pinta Nila dengan sangat memohon pada Nuri. Nuri mengiyakan permohonan Nila. Nila dipanggil papanya agar tidak meninggalkan Kendra dan tidak lepas dari Kendra. Dendi masih belum terlihat.
“Nila, ingat kata-kataku. Jangan sampai kamu meneteskan air mata. Kasihan Papa kamu”, Kendra menasehati Nila sebelum Nila bertemu dengan Dendi. Beberapa menit kemudian Dendi keluar. Dendi kaget ketika ditatapnya wajah Dendi. Kendra menggenggam tangan Nila agar Nila ingat pesan Kendra untuk tidak nangis begitu bertemu Dendi. Dendi menemui semua undangan dan terakhir Dendi menemui Nila.
“Hai Nila. Apa kabar?”, sapa Dendi menghampiri Nila
“Baik.Selamat ya”, hanya kata selamat itu yang keluar dari mulut Nila.
“Ini pacar kamu?”, tanya Dendi.
“Iya. Nama saya Kendra”, Kendra menyalami Dendi dan memperkenalkan dirinya sendiri karena Kendra sangat paham kalo Nila sedang mengendalikan dirinya untuk tetap tenang. Nuri menghampiri Dendi dan menyuruhnya ke belakang dengan alas an di panggil papa Nuri, padahal itu hanyalah trik Nuri karena Nuri juga tahu pasti apa yang Nila rasakan. Beberapa menit kemudian, tunangan Dendi datang. Wanita itu cantik.
“Cantik ya”, puji Nila melihat tunangan Dendi.
“Lebih cantik kamu”, bisik Kendra. Nila tersipu.
Acarapun akan segera di mulai. Semua undangn diminta untuk berada di ruang tengah semua. Acar di mulai. Nila antara siap dan tidak siap melihat pertunangan itu. Nila meminta Kendra untuk menyaksikan pertunangan itu dari jauh. Nila tak bisa lagi membendung air matanya, air matanya menetes.

“Mas Kendra, Nila gak kuat”, kata Nila sambil mengusap air matanya.
“Nila, kamu harus kuat”, support Kendra pada Nila. Ketika Dendi akan memasangkan cincin pada tunangannya, Dendi terdiam sejenak. Dendi memandang wajah Nila. Dendi memandang Nila dan pandangannya sedikit terlihat menampakkan penyesalan. Tapi tak ada yang bisa mereka lukukan saat itu. Melihat Dendi memandang Nila, Nila menjauh, dia memilih meninggalkan tempat itu. Dan bersama Kendra Nila melontarkan kesedihannya yang sudah tidak bisa dia bendung lagi. Nila meminta Kendra mengantarnya ke pantai untuk melepaskan kesedihannya.

“Kenapa aku harus alami semua ini? Mas Dendi, Nila sayang sama mas Dendi”, Teriak Nila di pantai. Kendra hanya memandangnya sedih. Kendra menghampiri Nila dan merangkulnya agar Nila bisa meluapkan kesedihannya di bahu Kendra. Itulah penyesalan Nila yang akhirnya dia selalu menyalahkan dirinya sendiri. Akhir dari cinta yang dibuatnya sendiri. Penyesalan memang selalu ada di belakang dan tidak ada gunanya lagi hanya berdiam menyesali.


“Dear Diary…
Semua keputusan itu dari aku. Aku tidak boleh menyesalinya. Aku harus bisa terima semuanya. Aku harus kembali bangkit dan tidak selalu larut dalam penyesalan ini. Memang salahku yang tidak mempertahankan cintaku. Tidak memperjuangkan cintaku. Salahku yang hanya memikirkan keluarga dan tidak mengerti perasaanku sendiri. Jadi tidak ada yang patut di salahkan karena semua murni keputusanku. Selamat mass Dendi dan selamat tinggal. Kau yang terindah dalam hidupku
--- Nila ---

1 komentar:

  1. panjang banget artikelnya, mantabz nich. salam kenal, ditunggu kunjungan baliknya...

    BalasHapus